Thursday, February 6, 2014

Secret Admirer



Namaku Lulla. Tapi semua orang manggil aku Lola. Setiap orang nanya kenapa, aku hanya bilang loading lama. Ya, begitulah aku. Kalo nanggepin orang itu lama banget, keburu basi deh. Cerita ini berawal pas jaman masih SD, guru Bahasa Indonesia nyuruh salah satu dari muridnya maju. Dia nyeritain tentang sapinya yang beranak. Semua yang ada di kelas tertawa, kecuali aku. Apa sih yang lucu dari sapi beranak. Lah mereka kan juga punya hak untuk melanjutkan keturunan. Iya kan? Karena takut mereka anggep aku aneh, akhirnya aku tertawa 5 menit kemudian saat semua orang sudah diam. Kemudian mereka tertawa menyusulku dan salah satu anak paling nyebelin di kelas jadi provokator manggil aku Lola. Singkat cerita sampai sekarang semua orang manggil aku Lola.
Aku gak pernah merasa risih dengan panggilan itu, malah aku cukup berterima kasih sama momen itu. Temen yang jadi provokator itu namanya Dion. Dia cinta pertamaku. Eciyeee..haha. Namanya juga anak SD, maklum lah. Padahal waktu itu aku gak cukup tau apa itu cinta. Yang aku tau, waktu itu aku takut kalau ada orang yang tau kalau aku suka sama Dion. Aku gak mau kalau kejadian Roni ketauan suka sama Ana terus bikin anak satu kelas jodoh-jodohin mereka, juga terjadi sama aku. Enak sih buat Roni, tapi enek buat Ana. Ya gimana lagi, untung kalau Roni itu keren untuk ukuran anak SD, waktu itu dia anak paling culun dan penakut. Masa sampe kelas 6 masih bawa dot kemana-mana, pakai kacamata, meler mulu, udah gitu selalu ditungguin sama ibunya kalau sekolah. Kalau urusan meler, aku baru tau setelah SMP kalau orang yang ingusnya gak berhenti-henti, brarti dia kena polip.
Kembali ke masa kini. Sekarang aku kelas tiga SMA di sebuah SMA favorit di daerah deket rumahku. Bayangin aja, dari TK sampai SMA, aku sekolah di sekolah yang satu kelurahan sama aku. Ya, mungkin ini bisa diajuin ke MURI sebagai anak yang cinta kelurahan. Hehehehe…
***
“Miss Lola yang lola banget, udah ngerjain pr blum?” Miko menyergapku di depan pintu kelas.
“Udah, kenapa?” aku nyelonong masuk.
“Tanya doang,” Miko lalu duduk di tempat duduknya.
“Tumben berangkat pagi?” tanyaku menghampirinya.
“Cuma mau ngasih ini ke kamu,” Miko mengeluarkan amplo merah jambu dari tasnya.
Gila! Miko ngasih surat cinta ke aku. So sweet benjes. Ya ampun, gak nyangka deh. Secara Miko kan anak paling keren di kelas dua belas. Dan dia ngasih surat cinta ke gue. Aku melambung. Oh my to the god. Jadikan ini momen paling indah di tahun 2013.
“Lola, kebiasaan deh,” Miko menepuk bahuku,”Bangun, La!”
‘Oh my to the god. Miko nepuk bahuku!’batinku.
“Kasih ke Susan ya, ntar gue traktir lu lolipop deh,” rayunya.
“Ya ampun Miko, emang aku anak TK apa. Hari gini, nembak masih pake surat cinta. Yakin lu?” aku terduduk lemas di bangku sebelah Miko.
“Lola yang lola banget, nih surat bukan dari gue,” kedua tangan Miko memegang bahuku.
‘Oh god. Bukan dari Miko. Tenang Lola, masih ada harapan,’ batinku.
“Kasih aja ke Susan, ntar gue traktir lu,” Miko beranjak dan pergi.
Aku kembali ke bangkuku. Kalau bukan Miko, lalu siapa orang yang berani-beraninya ngasih surat cinta ke Susan. Nah Susan ini cewek paling cantik di sekolah ini versi guru Seni Rupa. Tuh guru selalu muji Susan dimana-mana. Kalau lagi pelajaran seni rupa gitu, pasti Susan mulu yang diajarin, dan yang lain enggak. Pernah nih aku mau tanya sesuatu tentang tugas proyeksi atau perspektif atau apalah, diabaikan begitu saja.Aku sampai ngulang 5 kali untuk tugas yang satu itu. Padahal ku rasa, jiwa seniku tak seburuk itu. Iya kan? Sementara Susan yang baru bikin sekali langsung dapet A. Coba bayangin! Dapet A! Itu adalah sebuah apresiasi yang sangat tinggi, ya ku rasa. Setidaknya anak lain juga merasa karya Susan tak sesempurna itu.
“Lola!” Susan mengagetkanku.
“San, jantungku…sakit banget,” aku berakting memegangi dada sebelah kanan.
“La, sejak kapan jantung kamu pindah ke sebelah kanan,” aku lalu menyerahkan amplop merah jambu itu ke Susan.
“Dari siapa, La?” Susan terlihat penasaran.
“Baca aja sendiri, pasti secret admirer itu nyantumin namanya kok,” kataku.
“Bisa jadi. Bacain dong, yayaya” rengek Susan.
Aku menghela nafas.
“Lola yang lola banget…”
“La, jangan becanda gitu dong. Tuh surat buat aku kan, bukan buat kamu,” Susan bingung lalu merebut suratnya dari tanganku,”Lola yang lola banget. Iya buat kamu nih, terusin bacanya.”
Lola yang lola banget…
When you come to my life, GUE RASA ITU SANGAT L-U-C-U
I just want to say it
Blue
“San, aku rasa bukan surat cinta,” aku menyerahkan pada Susan.
Bel masuk berbunyi.
***
Bel istirahat berbunyi. Aku segera melangkahkan kantin menuju kantin dan memandang setiap sudut dengan cermat. Aku baru sadar kalau kantin ini cukup luas. Miko! Itu dia.
“Mik, do you love me?” aku menatapnya tajam.
“Yes, I do,” Miko balas menatapku.
“Gak nyangka bahasa surat cintamu seburuk itu,” aku tertawa dan langsung menyerobot minumnya.
“Apaan sih lu. Gue gak bakal suka sama cewek yang lola inta ampun kayak lu,” Miko langsung merebut minumannya kembali.
Aku tersedak.
“La, lu gapapa kan?” Miko yang terlihat panik langsung menepuk-nepuk punggungku.
Sejujurnya aku bingung apa yang ku hadapi sekarang. Kalau bukan Miko, siapa? Selama ini tak pernah ada cowok yang mau mendekatiku. Bukan karena aku gak cantik dan pintar, tapi karena aku lola. Catet itu! Aku lola. Kenyataan yang harus aku hadapi seumur hidupku. Selain masalah surat, aku sendiri masih bingung hal ini. Aku bener-bener lola gak sih?
“Nih, minum dulu, La,” Miko memegangi gelasnya untukku.
So sweet benjes. Oh god! Please, jangan terbang gini. Sadar dong, Miko gak suka sama aku.
“Mik, surat itu dari siapa?” tanyaku kemudian.
“Mana gue tau. Gue cuma nemu di bawah pintu. Gue pikir itu surat cinta buat Susan. Secara, Susan itu cewek paling cantik di kelas. Makanya gue kasih ke lu biar lu yang ngasih ke Susan,” Miko sewot.
Oh. Ternyata mata Miko masih berfungsi dengan baik. Ya iyalah, Susan memang cantik. Aku akui itu sekarang.
“Trus, kenapa tadi kamu bilang mau nraktir aku?” tanyaku lagi.
“Inget, minggu lalu kita taruhan. Dan lu yang menang, jadi gue nraktir lu. Inget gak?” nada Miko meninggi.
“Inget-inget,” gerutuku.
Kenyataannya memang bukan Miko. Tapi siapa?
“Mik, itu surat buat gue. Please, kasih tau siapa yang nulis surat itu. Itu surat cinta pertamaku, Mik,” aku memohon padanya dengan muka memelas.
“Gue gak suka muka lu kayak gitu, La,” Miko memalingkan wajahnya.
“Mik, please!” aku kembali memohon.
“Oke. Itu dari sepupu gue. Dion, katanya temen SD lu,” Miko lalu pergi.
Apa? Dion? Sekali lagi aku ulangi. Dari DION? Oh my to the god. Dion si provokator itu. Dion, cinta pertama gue.
***
Dion cinta pertamaku ternyata juga suka sama aku. Udah berapa tahun nih, gak ketemu sama dia. Dion, sedang apa ya saat ini? Apa dia lagi mikirin aku juga? Hehehe… Kok aku jadi ketawa sendiri gini sih. Duh, kenapa ini? Jangan-jangan aku gila! Mama! Aku tergila-gila sama Dion lagi! Ah, ternyata selama ini aku emang belum move on. Gimana mau move, cowok aja gak ada yang deketin aku kok. Dasar. Ternyata mata Dion agak bermasalah, bisa-bisanya suka sama aku. Tapi, aku seneng deh.
Malam semakin larut. Tak terasa sudah menunjukkan jam dua dini hari. Rasanya mau cepat tidur biar bisa mimpiin Dion. Wajah Dion sekarang kayak gimana ya?
Tiba-tiba, hpku berbunyi.
“Halo, ngapain malem-malem gini telpon?” tanyaku.
“Kirain udah tidur, La,” Miko tertawa.
“Miko yang ganteng dan gak tau waktu, angin apa yang membuatmu menelponku tengah malem gini?” aku agak kesal.
“Besok Dion mau nyamperin lu di sekolah. Pulang sekolah, lu tungguin dia di depan gerbang sekolah,” Miko berbicara cepat sekali.
Tut tut tut..
Dion mau ketemu aku? Ah, yang bener? Jangan-jangan Miko bohong lagi. Tapi apa untungnya dia bohongin aku? Ah, tau. Kemarin dia kan harus rela nraktir aku saat momen aku tersedak itu. Bisa jadi Miko balas dendam. Ya, dia balas dendam. Loh, aku mikir apa sih kok jadi paranoid gini? Kembali ke Dion.
Cinta itu rasanya kayak apa ya? Apa aku senyum-senyum sendiri gini tadanya cinta? Kok gak jauh beda sama orang gila yang sering lewat di depan sekolah. Jangan-jangan dia gila karena jatuh cinta yang terlalu dalam dan dia terlalu meresapinya. Iya,bisa jadi seperti itu. Rasanya kalau udah jam segini, suasana jadi gak kondusif. Pikirannya paranoid mulu. Apa setan suka munculnya jam segini? Loh jadi merinding! Bobok dulu.
***
“San, surat itu dari Dion, temen pas SD dulu. Dia nyuruh Miko ngasih tuh surat ke aku,” aku mulai pembicaraan.
“Hah? Dion cinta pertama lu itu ya?” Susan kaget.
“Iya. Ternyata Dion itu sepupunya Miko. Dan kata Miko, ntar pulang sekolah Dion mau nyamperin aku ke sini,” aku cengingisan.
“Selamat ya, La. Malang sekali nasib Dion harus suka sama cewek model kayak kamu gini,” Susantertawa.
“Model kayak aku? Maksudnya gimana, San?” aku nyengir.
“Tujuh tahun cinta itu tak terbalas, baru sekarang dia menyadarinya,” nada Susan meninggi.
“Loh kok jadi sewot gitu, San?” aku berdiri dari bangkuku.
“Harusnya kamu buka mata kamu lebar-lebar. Siapa ang selama ini pantas kamu cintai,” Susan pergi meninggalkanku.
Buka mata? Maksud Susan apa? Aku sudah buka mata dan buka hati untuk orang lain. Tapi nyatanya aku gak pernah nyangkut di hati cowok mana pun. Dan kini Dion datang. Dion suka sama aku. Apa itu salah? Emang kenapa kalau selama tujuh tahun cintaku tak terbalas? Gak ada masalah kan? Meski aku gak pernah liat Dion lagi, aku masih yakin perasaanku ke Dion masih cukup kuat.
***
“Hey, Lola,” seorang cowok melambaikan tangan padaku.
Cowok itu lumayan. Cukup tinggi. Cukup putih. Cukup keren. Cukup berbeda sejak terakhir kali aku melihatnya. Meskipun aku menyebutnya cukup, ku rasa dia sangat sempurna. Miko yang menyandang predikat cowok paling kece di sekolah pun lewat.
“Dion kan?” aku tersenyum.
“Yuk, pergi,” ajaknya ambil memberikan helm bergambar scooby doo, kartun kesukaanku.
“Mau kemana?” tanyaku.
“Ikut aja,” dia lalu menyalakan motornya.
Sepanjang perjalanan aku dan Dion membicarakan banyak hal. Mulai dari jaman SD, pas dia SMP, sekarang SMA, cewek yang suka ngejar-ngejar Dion, bahkan ada cowok yang ngejar-ngejar Dion juga. Ternyata ada juga loh, hehe. Dion idola semua orang deh. Bahkan kita juga ngomongin kucing peliharaan Dion. Untuk yang satu ini, aku gak cukup tertarik. Dulunya aku emang suka banget sama kucing. Tapi setelah dia nyakar mukaku, aku muak. Aku benci. Benci benci benci. Eh, gak taunya Dion malah penyayang kucing. Cowok suka kucing? Kenyataan pahit yang harus aku alami adalah cowok yang gue suka itu mencintai kucing. Jangan-jangan kalau aku jadian sama Dion, dia bakal lebih cinta sama kucing peliharaannya. Jangan-jangan kalau nantinya aku nikah sama Dion, masih perumpamaan sih tapi doain aja ya.. ntar pas aku hamil trus mau melahirkan waktunya barengan sama kucingnya beranak, dia bakal milih nungguin kucingnya beranak. Oh, Lola jangan paranoid gini. Sejak kapan Lola si loading lama berubah jadi lola paranoid. Stop! Gak boleh negatif thingking gini.
“La, udah sampe. Gak mau turun?” Dion membuyarkan lamunanku.
“Engg..iya,” aku jadi salah tingkah.
“Can’t we hold hands and walk?” Dion mengulurkan tangannya padaku.
Aku memberikan tanganku. Aku berjalan bergandengan tangan dengan Dion. Cinta pertamaku! Lola, kali ini kamu gak boleh salah tingkah. Bersikaplah seanggun mungkin. Jangan sampe malu-maluin.
Aku dan Dion hanya berjalan mengelilingi taman itu. Dan aku suka. Dion sangat cute. Akhirnya Dion mengajakku duduk di sebuah kursi.
“La, gue suka sama lu,” Dion mengagetkanku.
“Apa? Aku gak denger?” aku tertawa.
“Lola, gue suka sama lu sejak kita masih SD. Gue udah berusaha lupain lu karena gue tau lu pasti benci banget sama gue, tapi gue gak bisa. Sampe akhirnya gue tau kalo lu sekelas sama Miko, jadi gue minta bantuan Miko,” Dion memegang kedua tanganku dan menatapku.
“Me too,” aku tersenyum.
Kali ini aku gak lola lagi. Aku gak mau kehilangan momen ini. Aku gak mau kehilangan Dion, kayaknya sih gitu. Tapi aku gak terlalu yakin juga. Rasanya masih ada yang mengganjal, tapi aku tak tau.
“Jadi kita jadian?” tanyaku.
“Iyalah,” Dion tertawa.
***
Setelah 1 bulan barengan Dion, aku merasa hidupku lebih berwarna. Dion sangat perhatian padaku. Dion memang cinta pertamaku merangkap jabatan sebagai pacar pertama, hehe. Hampir tiap hari Dion ngajak pergi dan selalu pulang malam.
“La, kalau jadinya kayak gini, gue nyesel bantuin Dion,” Miko menggebrak mejaku.
“Maksud kamu apa sih?” tanyaku lalu berdiri dan menatap Miko sinis.
“Kita udah kelas 3, La. Ujian udah di depan mata, sementara lu asyik pacaran sama Dion. Gara-gara Dion, lu jadi maen mulu, gak pernah belajar. Apalagi sekarang nilai lu jelek-jelek. Nyesel gue, La,” seru Miko.
“Kok kamu jadi sewot gitu sih, Mik. Emang kamu siapa aku? Gak usah sok peduli gitu deh,” sahutku.
“Aku suka sama kamu,” Miko membisikkan kata-kata itu di telingaku.
“Kok tumben jadi aku kamu gini. Ini udah gak lucu lagi, Mik,” kataku.
“Gue serius,” Miko lalu pergi.
Miko suka sama aku? Apa benar itu? Tapi aku pacaran sama Dion. Dan aku suka sama Dion. Aku suka sama Dion? Apa benar selama ini aku suka sama Dion? Entahlah, ini seperti mimpi buruk bagiku.
Sejak hari itu aku dan Miko tak pernah seperti dulu lagi. Saat kami berpapasan, Miko selalu membuang muka. Aku memang tak pernah mencoba menyapanya. Aku masih tak percaya kalau Miko suka sama aku. Kenapa harus aku? Aku bukan cewek yang istimewa. Aku hanya cewek biasa.
Aku dan Dion pun memutuskan untuk saling mendukung satu sama lain. Kami sudah jarang pergi keluar lagi. Kami memutuskan untuk fokus menghadapi ujian dulu. In juga merupakan salah satu cara agar aku tak bingung saat bersamanya. Entah kenapa kalau melihat Dion, aku merasa ada bayangan Miko di belakang Dion. Mungkin itu bagian dari perasaan bersalahku pada Miko.
***
Hari ujian yang mendebarkan telah terlewati. Pengumuman ujian yang resmi dari sekolah adalah hari ini. aku sudah tak sabar bertemu teman-teman yang lain. Aku tak merasa cemas karena aku sudah tau dari internet kalau SMAku lulus 100%. Internet memang top cer deh. Cinta banget sama orang yang pertama kali nemuin internet.
“San, aku seneng deh. Kita akan jadi anak kuliaha yang kece gitu,” aku memeluk Susan.
“Aku juga, La. Aku harap Miko bisa gabung sama kita,” Susan manyun.
“Jangan ngomongin Miko lagi, San. Aku udah sama Dion,” seruku.
“La, harusnya kamu tau rahasia yang selama ini Miko sembunyiin dari kamu,” nada bicara Susan meninggi.
“San, apa yang kamu rahasiain dari aku?” aku menatapnya tajam.
“Oke, aku cerita,” Susan menarikku ke sebuah kursi di depan kelas kami.
***
Surat cinta itu dari Miko. Miko yang nulis surat itu. Dia bohong soal Dion yang menulisnya untukku.
Selama ini Miko tau kalau aku suka sama Dion, dan dia mencari informasi tentang Dion. Sampai akhirnya dia tau kalau Dion temen Sdku itu adalah sepupunya. Dia pernah bilang itu ke Dion, tapi Dion tak mempedulikannya. Sampai akhirnya Dion dikhianati oleh cewek yang sangat dia cintai. Dion sakit hati. Dion menemui Miko dan meminta Miko agar aku mau jalan sama Dion. Dan Miko melakukannya. Miko melakukan ini karena dia tau aku memang masih menyukai Dion. Miko ingin liat aku bahagia, meskipun harus mengorbankan perasaannya sendiri. Aku harusnya buka mata selama ini.
“Dion, apa kamu bener cinta sama aku?” tanyaku pada Dion.
“La, maafin aku ya. Kamu harus ke terminal sekarang!” seru Dion.
“Kenapa?” aku kaget.
“Miko,” Dion menatapku.
Aku langsung pergi. Aku tak mempedulikan Dion. Ku rasa semua tentang aku sama Dion sudah berakhir. Memang benar, cinta pertama itu selalu mempunyai kesan tersendiri. Sampai aku lupa ada cinta yang lain yang menunggguku untuk mnjemputku. Aku bodoh.
***
Aku berlari dan menatap ke setiap sudut terminal. Aku harap Miko belum pergi. Aku gak mau kehilangan Miko. Ini sungguh. Aku naik turun bus. Aku belum berhasil menemukan Miko.
Brukkkk! Aku terjatuh.
“Kalau jalan pake mata dong,” kataku.
Tiba-tiba ada yang mengulurkan tangan padaku. Aku berdiri.
“Lola, ngapain di sini?” tanya suara yang sangat familiar di telingaku.
“Mik, aku sadar selama ini aku gak pernah melihat dari sudut lain,” kataku terbata-bata.
“Ini bukan perspektif, La,” Miko mengacak-acak rambutku.
“Aku gak peduli, yang jelas aku nyesel. Kamu itu selalu ada buat aku. Aku gak mau kehilangan kamu, Mik. Please, jangan pergi tinggalin aku ya,” seperti biasa dengan jurus muka memelas.
“La, siapa yang mau pergi ninggalin kamu?” Miko membelai rambutku.
“Loh, bukannya kamu mau pergi ya?” aku jadi bingung.
“Yang mau pergi itu Tio. Dia ketrima di STIS loh, hebat kan?” Miko tersenyum melihat ekspresi wajahku.
“Jadi sia-sia dong aku lari-larian kayak difilm-film gitu,” aku menelan ludah.
“Yang penting ada aku di sini,” Miko mengandeng tanganku.
Selama ini aku terlalu menutup mata. Miko itu baik dan dia suka sama aku, aku juga. Aku lebih suka karena Miko buka pecinta kucing. Horee! Jadi kisah cintaku itu move on, bro! Hanya ftv atau film-film di Indonesia yang akhir ceritanya suka bikin cerita clbk. Cinta Lama Bersemi Kembali. See? Hidup harus berlanjut dengan pilihan baru, orang baru, dan cinta baru. Semangat baru!
~The End~