Sunday, April 13, 2014

Optics During the Seventeenth Century



The growth of experimental science during the sixteenth and seventeenth centuries gave an impulse to the study of the primary vehicle of all observations-light-and to the development of the instruments extending the observing power of the human eye. The Renaissance artists had investigated optical questions in order to obtain naturalistic representations and to improve the perspective in their paintings. Then viewing instruments more powerful than the existing spectacles and magnifying glasses were sought for, a movement which culminated with the invention of the telescope and the compound microscope by the spectacle makers of Middleburg in Holland, Hans Lippershey and Zacharias Jansen, about the beginning of the seventeenth century. The scholars of the time-notably Galileo and Kepler-took up these craft discoveries and studied the theoretical principles which they embodied. During the seventeenth century attention was concentrated on the telescope, for it was of great use in astronomy and navigation, and its defects were less serious than those of the early microscope. However, the microscope was made and used by the scientists of the time. Galileo studied the anatomical structure insects with the microscope about 1610, and his work was continued in England by Robert Hooke in the 1660’s, whilst towards the end of the seventeenth century a flourishing school of microscopists developed in Hollad.
Galileo did not add much either to the theory or to the intruments of optical science. In principle his telescope was the same as that of the Dutch spectacle makers, consisting of a convex and a concave lens, though he improved the performance of the instrument. In contrast Kepler designed several new telescope, notably the astronomical telescope with two convex lenses, and he founded modern experimental mechanics, and Gilbert the modern science of magnetism. Kepler formulated intuitively the inverse square law of the diminution of light intensity with distance from the consideration that light radiated spherically from a given source. Studying the bending of a light beam at an interface between two transparent media, Kepler showed that Ptolemy’s approximate law of refraction, which supposed a direct proportionality between the angles of incidence and refraction, was true only for angles less than anout 30°. He thought that refractive power of a meddium was proportional to its density, but the English mathematican, Harriot, pointed out to him that oil is more refractive than water, though less dense.
The correct law for the refraction of light was discovered in 1621 by Willebrod Snell, 1591-1626, a professor of mathematics at Leiden, who found that the sines of the angles of incidence and refraction always bore the same ratio one to the other for a given interface between two media, the ratio being termed the refractive index for that interface. This law of refraction was first made known in 1637 by Descartes, who endeavoured to explain it and other optical phenomena, on the supposition that light consisted of small particles in rapid linear motion. He held that the reflection of light was just a rebound of the light particles from an elastic surface according to the laws of mechanics. Similarly, the refraction of light on passing from a dense to a light medium was analogous to a ball breaking through  a thin cloth. The component of the ball’s velocity at right angles to the cloth was reduced by the resistance of the cloth, but the velocity component parallel to the cloth remain unchanged. Hence the over-all velocity of the ball would be decreased and its path would be bent towards the passed from a dense to a light medium. The analogy implied that light travelled faster in dense than in light media. Such a consequence we may well understand, said Descartes, if we remember that a ball rolls more easily along a hard, dense table than across a soft, light carpet.
Descartes had a second theory of light, according to which light was an action or pressure transmitted from an object to the eye through the closely packed matter of the intervening space. He suggested that light was like the pressure transmitted from an object to the hand of a blind man through his stick. Descartes believed that it was the pressure of light from the sun which maintained the vortex of the solar system rigid against the pressure of the vortices of the stars outside of it. Thus the centrifugal force of the cosmic vortices was nothing other than the pressure of light from their central regions. The different colours of light were produced by the different speeds of rotation of the matter in space, red was produced by the fastest motion, and blue by the slowest. The theory that light was an action transmitted by the ether of space was developed by Cartesians, whilst the corpuscular theory of light was taken up by Newton and his followers.

Sistem Pendidikan Nasional



Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 yang berbunyi :
(1)    Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2)    Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
(3)    Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,yang diatur dengan undang-undang
(4)    Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional
(5)    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Dasar
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Tujuan
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas:
1.    Pendidikan sekolah
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
2.    Pendidikan luar sekolah
Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
3.    Pendidikan keluarga
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.
Jenis pendidikan mencakup:
1.    Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa pendidikan.
2.    Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
3.    Pendidikan luar biasa
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
4.    Pendidikan kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
5.    Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
6.    Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
7.    Pendidikan profesional
Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran .
Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas :
1.    Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.
Pendidikan dasar berbentuk:
a.    Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
b.    Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2.    Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan menengah terdiri atas :
a.    pendidikan menengah umum
b.    pendidikan menengah kejuruan
Pendidikan menengah berbentuk :
a.    Sekolah Menengah Atas (SMA),
b.    Madrasah Aliyah (MA)
c.     Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
d.    Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
3.    Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk :
a.    Akademi
Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
b.    Politeknik
Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
c.     Sekolah Tinggi
Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
d.    Institut
Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
e.    Universitas
Unversitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
4.    Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi :
a.    pendidikan kecakapan hidup
b.    pendidikan anak usia dini
c.    pendidikan kepemudaan
d.   pendidikan pemberdayaan perempuan
e.    pendidikan keaksaraan
f.     pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja
g.    pendidikan kesetaraan
h.    pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas :
a.    lembaga kursus
b.    lembaga pelatihan
c.    kelompok belajar
d.   pusat kegiatan belajar masyarakat
e.    majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

5.    Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Peserta Didik
Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut :
1.    mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
2.    mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan
3.    mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku
4.    pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5.    memperoleh penilaian hasil belajarnya
6.    menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan
7.    mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat
Setiap peserta didik berkewajiban untuk :
1.    ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku
2.    mematuhi semua peraturan yang berlaku
3.    menghormati tenaga kependidikan
4.    ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan
Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1.    memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a.    tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri
b.    Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu
c.     tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan
2.    memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja
3.    memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya
4.    memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya
5.    menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1.    membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
2.    menjunjung tinggi kebudayaan bangsa
3.    melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian
4.    meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa
5.    menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara
Sumber Daya Pendidikan
Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (4) berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional”.

Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
1.    pendidikan Pancasila
2.    pendidikan agama
3.    pendidikan kewarganegaraan
Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
1.        pendidikan Pancasila
2.        pendidikan agama
3.        pendidikan kewarganegaraan
4.        bahasa Indonesia
5.        membaca dan menulis
6.        matematika (termasuk berhitung)
7.        pengantar sains dan teknologi
8.        ilmu bumi
9.        sejarah nasional dan sejarah umum
10.    kerajinan tangan dan kesenian
11.    pendidikan jasmani dan kesehatan
12.    menggambar
13.    bahasa Inggris

Karakteristik Sistem Pendidikan  Nasional Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai induk peratutan perundang-undangan pendidikan  mengatur pendidikan pada umumnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
Pada pasal 1 ayat 2 UU Sisdiknas berbunyi: “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan  zaman.” Ini berarti bahwa  teori-teori  dan praktik-praktik pendidikan yang diterapkan  di Indonesia, haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia dan agama.
Kenyataannya menunjukkan bahwa kita belum memiliki teori-teori pendidikan yang khas yang sesuai dengan  budaya bangsa. Kita sedang mulai membangunnya. Teori pendidikan kita masih dalam proses pengembangan (Sanusi, 1989)
Dalam buku Pengantar Pendidikan,  Redja Mudyahardjo membagi empat bagian Karakteristik Pendidikan Nasional Indonesia.
1.    Karakteristik sosial budaya
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia berakar pada kebudayan bangsa Indonesia  yaitu kebudayan yang timbul sebagai usaha budi daya rakyat Indonesia yang berbentuk kebudayaan lama dan asli, kebudayaan baru yang dikembangkan menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan  dengan tidak menolak kebudayaan asing yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Sistem Pendidikan  Nasonal Indonesia  berakar pada kebinekaan yang satu atau Bhineka Tunggal Ika. Sistem Pendidikan Indonesia  harus menyerap dan mengembangkan karakteristik geografi, demografis, sosial budaya, sosial politik, dan sosial ekonomi daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia.
2.    Karakteristik dasar dan fungsi
Dasar yuridis formal dari sistem pendidikan nasional Indonesia yang bersifat idiil adalah pancasila sebagai dasar negara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan yang bersifat regulasi/mengatur bersumber pada pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki adalah warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP. Ada dua kata "wajib" dalam ayat ini yang berimplikasi terhadap pelaksanaan lebih lanjut program wajib belajar. Di antaranya adalah setiap anak usia pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib bersekolah di SD dan SLTP. Karena sifatnya wajib, bila tidak, semestinya ada sanksi hukum terhadap keluarganya dan juga bagi anaknya. Sanksi apa yang dikenakan kepada mereka, haruslah jelas. Tidak boleh lagi ada alasan bahwa seorang anak tidak bersekolah karena ia tidak ingin bersekolah atau keluarganya tidak mampu membiayainya karena pemerintah wajib membiayainya.
Dalam ayat 2 ini juga mewajibkan pemerintah untuk membiayai pendidikan khususnya pada pendidikan dasar. Yang menjadi pertanyaan biaya apa sajakah yang akan ditanggung oleh pemerintah? Apakah masih akan terbatas pada tiga jenis biaya (gaji, pengadaan alat dan pemeliharaannya, serta penyelenggaraan), atau akan meliputi juga uang sekolah yang selama dibayarkan melalui BP3, biaya ujian-ujian? Atau akan termasuk juga buku-buku pelajaran, alat-alat tulis, pakaian seragam terutama bagi siswa yang kurang mampu? Perlu dicatat bahwa kalau hanya iuran BP3 yang ditanggung, itu jumlahnya kecil sekali dan jelas tidak akan banyak membantu meringankan biaya siswa terutama dari kalangan tidak mampu.
3.    Karakteristik tujuan
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehiduapn bangsa yang cerdas adalah kehidupan bangsa dalam segala sektor, politik, ekonomi, keamanan, kesehatan dan sebagainya. Yang makin menjadi kuat dan berkembang dalam memberikan keadilan dan kemakmuran bagi setiap warga negara dan negara sehingga mampu menghadapi gejolak apapun.
Tujuan yang kedua adalah  mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan  dan kebanggaan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
4.    Karakteristik kesisteman (sistemik)
Pendidikan Nasional merupakan satu keseluruhan kegiatan dan satuan pendidikan yang dirancang dilaksanakan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional. Pendidikan nasional mempunyai tugas utama agar tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran ( Pasal 31 UUD 1945). Untuk membuka kesempatan yang seluas-luasnya  lewat jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah yang menganut asas pendidikan seumur hidup.
Pendidikan Nasional mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas tiga jalur utama yakni pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kurikulum, peserta didik, dan tenaga kependidikan tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Pengaturan penyelenggaraan pendidikan secara terpusat dan  tidak terpusat. Transformasi administrasi dilaksanakan secara sentralisasi, sedangkan transformasi  edukatif di satuan pendidikan dilaksanakan secara desentralisasi. Penyelenggaraan satuan  dan kegiatan pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Pendidikan nasional mengatur bahwa satuan dan kegitan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan sesuai dengan ciri atau kekhususan masing-masing sepanjang tidak bertentangan  dengan pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan pandangan hidup bangsa.
Pendidikan nasional memberikan kemudahan bagi pesrta didik untuk memperoleh pendidikan  yang sesuai dengan bakat, minat, dan tujuan  ynag hendak dicapai, serta memudahkan satuan-satuan dan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk menyesuaikan  diri dengan perubahan lingkungan.

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidkan. Suatu Studi Awal Tentang  Dasar Dasar
Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rajawalki Pers.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Stumulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional.