Namaku
Lulla. Tapi semua orang manggil aku Lola. Setiap orang nanya kenapa, aku hanya
bilang loading lama. Ya, begitulah
aku. Kalo nanggepin orang itu lama banget, keburu basi deh. Cerita ini berawal
pas jaman masih SD, guru Bahasa Indonesia nyuruh salah satu dari muridnya maju.
Dia nyeritain tentang sapinya yang beranak. Semua yang ada di kelas tertawa,
kecuali aku. Apa sih yang lucu dari sapi beranak. Lah mereka kan juga punya hak
untuk melanjutkan keturunan. Iya kan? Karena takut mereka anggep aku aneh,
akhirnya aku tertawa 5 menit kemudian saat semua orang sudah diam. Kemudian
mereka tertawa menyusulku dan salah satu anak paling nyebelin di kelas jadi
provokator manggil aku Lola. Singkat cerita sampai sekarang semua orang manggil
aku Lola.
Aku
gak pernah merasa risih dengan panggilan itu, malah aku cukup berterima kasih
sama momen itu. Temen yang jadi
provokator itu namanya Dion. Dia cinta pertamaku. Eciyeee..haha. Namanya juga
anak SD, maklum lah. Padahal waktu itu aku gak cukup tau apa itu cinta. Yang
aku tau, waktu itu aku takut kalau ada orang yang tau kalau aku suka sama Dion.
Aku gak mau kalau kejadian Roni ketauan suka sama Ana terus bikin anak satu
kelas jodoh-jodohin mereka, juga terjadi sama aku. Enak sih buat Roni, tapi enek
buat Ana. Ya gimana lagi, untung kalau Roni itu keren untuk ukuran anak SD,
waktu itu dia anak paling culun dan penakut. Masa sampe kelas 6 masih bawa dot
kemana-mana, pakai kacamata, meler mulu, udah gitu selalu ditungguin sama
ibunya kalau sekolah. Kalau urusan meler, aku baru tau setelah SMP kalau orang
yang ingusnya gak berhenti-henti, brarti dia kena polip.
Kembali ke masa kini. Sekarang aku kelas
tiga SMA di sebuah SMA favorit di daerah deket rumahku. Bayangin aja, dari TK
sampai SMA, aku sekolah di sekolah yang satu kelurahan sama aku. Ya, mungkin
ini bisa diajuin ke MURI sebagai anak yang cinta kelurahan. Hehehehe…
***
“Miss
Lola yang lola banget, udah ngerjain pr blum?” Miko menyergapku di depan pintu kelas.
“Udah,
kenapa?” aku nyelonong masuk.
“Tanya
doang,” Miko lalu duduk di tempat duduknya.
“Tumben
berangkat pagi?” tanyaku menghampirinya.
“Cuma
mau ngasih ini ke kamu,” Miko mengeluarkan amplo merah jambu dari tasnya.
Gila!
Miko ngasih surat cinta ke aku. So
sweet benjes. Ya ampun, gak nyangka deh. Secara Miko kan anak paling keren di
kelas dua belas. Dan dia ngasih surat cinta ke gue. Aku melambung. Oh
my to the god. Jadikan ini momen paling indah di tahun 2013.
“Lola, kebiasaan deh,” Miko menepuk
bahuku,”Bangun, La!”
‘Oh
my to the god. Miko nepuk bahuku!’batinku.
“Kasih
ke Susan ya, ntar gue traktir lu lolipop deh,” rayunya.
“Ya ampun Miko, emang aku anak TK apa. Hari
gini, nembak masih pake surat cinta. Yakin lu?” aku terduduk lemas di bangku
sebelah Miko.
“Lola
yang lola banget, nih surat bukan dari gue,” kedua tangan Miko memegang bahuku.
‘Oh
god. Bukan dari Miko. Tenang Lola, masih ada harapan,’ batinku.
“Kasih aja ke Susan, ntar gue traktir lu,”
Miko beranjak dan pergi.
Aku kembali ke bangkuku. Kalau bukan Miko,
lalu siapa orang yang berani-beraninya ngasih surat cinta ke Susan. Nah Susan
ini cewek paling cantik di sekolah ini versi guru Seni Rupa. Tuh guru selalu
muji Susan dimana-mana. Kalau lagi pelajaran seni rupa gitu, pasti Susan mulu
yang diajarin, dan yang lain enggak. Pernah nih aku mau tanya sesuatu tentang
tugas proyeksi atau perspektif atau apalah, diabaikan begitu saja.Aku sampai
ngulang 5 kali untuk tugas yang satu itu. Padahal ku rasa, jiwa seniku tak
seburuk itu. Iya kan? Sementara Susan yang baru bikin sekali langsung
dapet A. Coba bayangin! Dapet A! Itu
adalah sebuah apresiasi yang sangat tinggi, ya ku rasa. Setidaknya anak lain
juga merasa karya Susan tak sesempurna itu.
“Lola!” Susan mengagetkanku.
“San, jantungku…sakit banget,” aku
berakting memegangi dada sebelah kanan.
“La, sejak kapan jantung kamu pindah ke
sebelah kanan,” aku lalu menyerahkan amplop merah jambu itu ke Susan.
“Dari siapa, La?” Susan terlihat
penasaran.
“Baca aja sendiri, pasti secret admirer
itu nyantumin namanya kok,” kataku.
“Bisa
jadi. Bacain dong, yayaya” rengek Susan.
Aku
menghela nafas.
“Lola yang lola banget…”
“La, jangan becanda gitu dong. Tuh surat
buat aku kan, bukan buat kamu,” Susan bingung lalu merebut suratnya dari
tanganku,”Lola yang lola banget. Iya buat kamu nih, terusin bacanya.”
Lola
yang lola banget…
When
you come to my life, GUE RASA ITU SANGAT L-U-C-U
I
just want to say it
Blue
“San, aku rasa bukan surat cinta,” aku
menyerahkan pada Susan.
Bel masuk berbunyi.
***
Bel
istirahat berbunyi. Aku segera melangkahkan kantin menuju kantin dan memandang
setiap sudut dengan cermat. Aku baru
sadar kalau kantin ini cukup luas. Miko! Itu dia.
“Mik,
do you love me?” aku menatapnya tajam.
“Yes,
I do,” Miko balas menatapku.
“Gak
nyangka bahasa surat cintamu seburuk itu,” aku tertawa dan langsung menyerobot
minumnya.
“Apaan
sih lu. Gue gak bakal suka sama cewek yang lola inta ampun kayak lu,” Miko
langsung merebut minumannya kembali.
Aku tersedak.
“La, lu gapapa kan?” Miko yang terlihat
panik langsung menepuk-nepuk punggungku.
Sejujurnya aku bingung apa yang ku hadapi
sekarang. Kalau bukan Miko, siapa? Selama ini tak pernah ada cowok yang mau
mendekatiku. Bukan karena aku gak cantik dan pintar, tapi karena aku lola. Catet
itu! Aku lola. Kenyataan yang harus aku hadapi seumur hidupku. Selain masalah
surat, aku sendiri masih bingung hal ini. Aku bener-bener lola gak sih?
“Nih, minum dulu, La,” Miko memegangi
gelasnya untukku.
So
sweet benjes. Oh god! Please, jangan terbang gini. Sadar dong, Miko gak suka
sama aku.
“Mik, surat itu dari siapa?” tanyaku
kemudian.
“Mana gue tau. Gue cuma nemu di bawah
pintu. Gue pikir itu surat cinta buat Susan. Secara, Susan itu cewek paling
cantik di kelas. Makanya gue kasih ke lu biar lu yang ngasih ke Susan,” Miko
sewot.
Oh. Ternyata mata Miko masih berfungsi
dengan baik. Ya iyalah, Susan memang cantik. Aku akui itu sekarang.
“Trus,
kenapa tadi kamu bilang mau nraktir aku?” tanyaku lagi.
“Inget,
minggu lalu kita taruhan. Dan lu
yang menang, jadi gue nraktir lu. Inget gak?” nada Miko meninggi.
“Inget-inget,” gerutuku.
Kenyataannya memang bukan Miko. Tapi
siapa?
“Mik, itu surat buat gue. Please, kasih
tau siapa yang nulis surat itu. Itu surat cinta pertamaku, Mik,” aku memohon
padanya dengan muka memelas.
“Gue gak suka muka lu kayak gitu, La,”
Miko memalingkan wajahnya.
“Mik,
please!” aku kembali memohon.
“Oke. Itu dari sepupu gue. Dion, katanya
temen SD lu,” Miko lalu pergi.
Apa? Dion? Sekali lagi aku ulangi. Dari
DION? Oh my to the god. Dion si
provokator itu. Dion, cinta pertama gue.
***
Dion cinta pertamaku ternyata juga suka
sama aku. Udah berapa tahun nih, gak ketemu sama dia. Dion, sedang apa ya saat
ini? Apa dia lagi mikirin aku juga? Hehehe… Kok aku jadi ketawa sendiri gini
sih. Duh, kenapa ini? Jangan-jangan aku gila! Mama! Aku tergila-gila sama Dion
lagi! Ah, ternyata selama ini aku emang belum move on. Gimana mau move,
cowok aja gak ada yang deketin aku kok. Dasar. Ternyata mata Dion agak bermasalah, bisa-bisanya suka sama aku. Tapi,
aku seneng deh.
Malam semakin larut. Tak terasa sudah
menunjukkan jam dua dini hari. Rasanya mau cepat tidur biar bisa mimpiin Dion.
Wajah Dion sekarang kayak gimana ya?
Tiba-tiba,
hpku berbunyi.
“Halo,
ngapain malem-malem gini telpon?” tanyaku.
“Kirain
udah tidur, La,” Miko tertawa.
“Miko
yang ganteng dan gak tau waktu, angin apa yang membuatmu menelponku tengah
malem gini?” aku agak kesal.
“Besok
Dion mau nyamperin lu di sekolah. Pulang sekolah, lu tungguin dia di depan
gerbang sekolah,” Miko berbicara cepat sekali.
Tut
tut tut..
Dion
mau ketemu aku? Ah, yang bener? Jangan-jangan Miko bohong lagi. Tapi apa
untungnya dia bohongin aku? Ah, tau. Kemarin dia kan harus rela nraktir aku
saat momen aku tersedak itu. Bisa
jadi Miko balas dendam. Ya, dia balas dendam. Loh, aku mikir apa sih kok jadi
paranoid gini? Kembali ke Dion.
Cinta itu rasanya kayak apa ya? Apa aku
senyum-senyum sendiri gini tadanya cinta? Kok gak jauh beda sama orang
gila yang sering lewat di depan sekolah. Jangan-jangan dia gila karena jatuh cinta yang terlalu dalam dan dia
terlalu meresapinya. Iya,bisa jadi seperti itu. Rasanya kalau udah jam segini,
suasana jadi gak kondusif. Pikirannya paranoid mulu. Apa setan suka munculnya
jam segini? Loh jadi merinding! Bobok dulu.
***
“San, surat itu dari Dion, temen pas SD
dulu. Dia nyuruh Miko ngasih tuh surat ke aku,” aku mulai pembicaraan.
“Hah? Dion cinta pertama lu itu ya?” Susan
kaget.
“Iya. Ternyata Dion itu sepupunya Miko.
Dan kata Miko, ntar pulang sekolah Dion mau nyamperin aku ke sini,” aku cengingisan.
“Selamat ya, La. Malang sekali nasib Dion
harus suka sama cewek model kayak kamu gini,” Susantertawa.
“Model kayak aku? Maksudnya gimana, San?”
aku nyengir.
“Tujuh tahun cinta itu tak terbalas, baru
sekarang dia menyadarinya,” nada Susan meninggi.
“Loh kok jadi sewot gitu, San?” aku
berdiri dari bangkuku.
“Harusnya kamu buka mata kamu lebar-lebar.
Siapa ang selama ini pantas kamu cintai,” Susan pergi meninggalkanku.
Buka mata? Maksud Susan apa? Aku sudah
buka mata dan buka hati untuk orang lain. Tapi nyatanya aku gak pernah nyangkut
di hati cowok mana pun. Dan kini Dion datang. Dion suka sama aku. Apa itu
salah? Emang kenapa kalau selama tujuh tahun cintaku tak terbalas? Gak ada
masalah kan? Meski aku gak pernah liat Dion lagi, aku masih yakin perasaanku ke
Dion masih cukup kuat.
***
“Hey,
Lola,” seorang cowok melambaikan tangan padaku.
Cowok
itu lumayan. Cukup tinggi. Cukup putih. Cukup keren. Cukup berbeda sejak
terakhir kali aku melihatnya. Meskipun aku menyebutnya cukup, ku rasa dia
sangat sempurna. Miko yang menyandang predikat cowok paling kece di sekolah pun
lewat.
“Dion
kan?” aku tersenyum.
“Yuk,
pergi,” ajaknya ambil memberikan helm bergambar scooby doo, kartun kesukaanku.
“Mau kemana?” tanyaku.
“Ikut aja,” dia lalu menyalakan motornya.
Sepanjang perjalanan aku dan Dion
membicarakan banyak hal. Mulai dari jaman SD, pas dia SMP, sekarang SMA, cewek
yang suka ngejar-ngejar Dion, bahkan ada cowok yang ngejar-ngejar Dion juga.
Ternyata ada juga loh, hehe. Dion idola semua orang deh. Bahkan kita juga
ngomongin kucing peliharaan Dion. Untuk yang satu ini, aku gak cukup tertarik.
Dulunya aku emang suka banget sama kucing. Tapi setelah dia nyakar mukaku, aku
muak. Aku benci. Benci benci benci. Eh, gak taunya Dion malah penyayang kucing.
Cowok suka kucing? Kenyataan pahit yang harus aku alami adalah cowok yang gue
suka itu mencintai kucing. Jangan-jangan kalau aku jadian sama Dion, dia bakal
lebih cinta sama kucing peliharaannya. Jangan-jangan kalau nantinya aku nikah
sama Dion, masih perumpamaan sih tapi doain aja ya.. ntar pas aku hamil trus
mau melahirkan waktunya barengan sama kucingnya beranak, dia bakal milih
nungguin kucingnya beranak. Oh, Lola jangan paranoid gini. Sejak kapan Lola si
loading lama berubah jadi lola paranoid. Stop! Gak boleh negatif
thingking gini.
“La,
udah sampe. Gak mau turun?” Dion membuyarkan lamunanku.
“Engg..iya,”
aku jadi salah tingkah.
“Can’t
we hold hands and walk?” Dion mengulurkan tangannya padaku.
Aku memberikan tanganku. Aku berjalan bergandengan tangan dengan Dion. Cinta pertamaku! Lola, kali ini kamu gak boleh salah tingkah. Bersikaplah seanggun mungkin. Jangan sampe malu-maluin.
Aku memberikan tanganku. Aku berjalan bergandengan tangan dengan Dion. Cinta pertamaku! Lola, kali ini kamu gak boleh salah tingkah. Bersikaplah seanggun mungkin. Jangan sampe malu-maluin.
Aku dan Dion hanya berjalan mengelilingi
taman itu. Dan aku suka. Dion sangat cute. Akhirnya Dion mengajakku duduk di
sebuah kursi.
“La, gue suka sama lu,” Dion
mengagetkanku.
“Apa?
Aku gak denger?” aku tertawa.
“Lola, gue suka sama lu sejak kita masih
SD. Gue udah berusaha lupain lu karena gue tau lu pasti benci banget sama gue,
tapi gue gak bisa. Sampe akhirnya gue tau kalo lu sekelas sama Miko, jadi gue minta
bantuan Miko,” Dion memegang kedua tanganku dan menatapku.
“Me
too,” aku tersenyum.
Kali
ini aku gak lola lagi. Aku gak mau kehilangan momen ini. Aku gak mau kehilangan
Dion, kayaknya sih gitu. Tapi aku gak terlalu yakin juga. Rasanya masih ada
yang mengganjal, tapi aku tak tau.
“Jadi kita jadian?” tanyaku.
“Iyalah,” Dion tertawa.
***
Setelah 1 bulan barengan Dion, aku merasa
hidupku lebih berwarna. Dion sangat perhatian padaku. Dion memang cinta
pertamaku merangkap jabatan sebagai pacar pertama, hehe. Hampir tiap hari Dion
ngajak pergi dan selalu pulang malam.
“La, kalau jadinya kayak gini, gue nyesel
bantuin Dion,” Miko menggebrak mejaku.
“Maksud kamu apa sih?” tanyaku lalu
berdiri dan menatap Miko sinis.
“Kita udah kelas 3, La. Ujian udah di
depan mata, sementara lu asyik pacaran sama Dion. Gara-gara Dion, lu jadi maen
mulu, gak pernah belajar. Apalagi sekarang nilai lu jelek-jelek. Nyesel gue,
La,” seru Miko.
“Kok kamu jadi sewot gitu sih, Mik. Emang
kamu siapa aku? Gak usah sok peduli gitu deh,” sahutku.
“Aku suka sama kamu,” Miko membisikkan
kata-kata itu di telingaku.
“Kok
tumben jadi aku kamu gini. Ini udah gak lucu lagi, Mik,” kataku.
“Gue serius,” Miko lalu pergi.
Miko suka sama aku? Apa benar itu? Tapi
aku pacaran sama Dion. Dan aku suka sama Dion. Aku suka sama Dion? Apa benar
selama ini aku suka sama Dion? Entahlah, ini seperti mimpi buruk bagiku.
Sejak hari itu aku dan Miko tak pernah
seperti dulu lagi. Saat kami berpapasan, Miko selalu membuang muka. Aku memang
tak pernah mencoba menyapanya. Aku masih tak percaya kalau Miko suka sama aku.
Kenapa harus aku? Aku bukan cewek yang istimewa. Aku hanya cewek biasa.
Aku
dan Dion pun memutuskan untuk saling mendukung satu sama lain. Kami sudah
jarang pergi keluar lagi. Kami memutuskan untuk fokus menghadapi ujian dulu. In
juga merupakan salah satu cara agar aku tak bingung saat bersamanya. Entah
kenapa kalau melihat Dion, aku merasa ada bayangan Miko di belakang Dion.
Mungkin itu bagian dari perasaan bersalahku pada Miko.
***
Hari
ujian yang mendebarkan telah terlewati. Pengumuman ujian yang resmi dari
sekolah adalah hari ini. aku sudah tak sabar bertemu teman-teman yang lain. Aku tak merasa cemas karena aku sudah tau
dari internet kalau SMAku lulus 100%. Internet memang top cer deh. Cinta
banget sama orang yang pertama kali nemuin internet.
“San,
aku seneng deh. Kita akan jadi anak kuliaha yang kece gitu,” aku memeluk Susan.
“Aku juga, La. Aku harap Miko bisa gabung
sama kita,” Susan manyun.
“Jangan
ngomongin Miko lagi, San. Aku udah
sama Dion,” seruku.
“La, harusnya kamu tau rahasia yang selama
ini Miko sembunyiin dari kamu,” nada bicara Susan meninggi.
“San, apa yang kamu rahasiain dari aku?”
aku menatapnya tajam.
“Oke, aku cerita,” Susan menarikku ke
sebuah kursi di depan kelas kami.
***
Surat cinta itu dari Miko. Miko yang nulis
surat itu. Dia bohong soal Dion yang menulisnya untukku.
Selama ini Miko tau kalau aku suka sama
Dion, dan dia mencari informasi tentang Dion. Sampai akhirnya dia tau kalau
Dion temen Sdku itu adalah sepupunya. Dia pernah bilang itu ke Dion,
tapi Dion tak mempedulikannya. Sampai akhirnya Dion dikhianati oleh cewek yang
sangat dia cintai. Dion sakit hati.
Dion menemui Miko dan meminta Miko agar aku mau jalan sama Dion. Dan Miko
melakukannya. Miko melakukan ini karena dia tau aku memang masih menyukai Dion.
Miko ingin liat aku bahagia, meskipun harus mengorbankan perasaannya sendiri.
Aku harusnya buka mata selama ini.
“Dion, apa kamu bener cinta sama aku?”
tanyaku pada Dion.
“La, maafin aku ya. Kamu harus ke
terminal sekarang!” seru Dion.
“Kenapa?” aku kaget.
“Miko,”
Dion menatapku.
Aku
langsung pergi. Aku tak mempedulikan
Dion. Ku rasa semua tentang aku sama Dion sudah berakhir. Memang benar, cinta
pertama itu selalu mempunyai kesan tersendiri. Sampai aku lupa ada cinta yang
lain yang menunggguku untuk mnjemputku. Aku bodoh.
***
Aku
berlari dan menatap ke setiap sudut terminal. Aku harap Miko belum pergi. Aku
gak mau kehilangan Miko. Ini sungguh. Aku naik turun bus. Aku belum berhasil
menemukan Miko.
Brukkkk!
Aku terjatuh.
“Kalau
jalan pake mata dong,” kataku.
Tiba-tiba ada yang mengulurkan tangan
padaku. Aku berdiri.
“Lola, ngapain di sini?” tanya suara yang
sangat familiar di telingaku.
“Mik, aku sadar selama ini aku gak pernah
melihat dari sudut lain,” kataku terbata-bata.
“Ini bukan perspektif, La,” Miko
mengacak-acak rambutku.
“Aku
gak peduli, yang jelas aku nyesel. Kamu
itu selalu ada buat aku. Aku gak mau kehilangan kamu, Mik. Please, jangan pergi
tinggalin aku ya,” seperti biasa dengan jurus muka memelas.
“La, siapa yang mau pergi ninggalin kamu?”
Miko membelai rambutku.
“Loh, bukannya kamu mau pergi ya?” aku jadi
bingung.
“Yang mau pergi itu Tio. Dia ketrima di
STIS loh, hebat kan?” Miko tersenyum melihat ekspresi wajahku.
“Jadi sia-sia dong aku lari-larian kayak
difilm-film gitu,” aku menelan ludah.
“Yang penting ada aku di sini,” Miko
mengandeng tanganku.
Selama ini aku terlalu menutup mata. Miko
itu baik dan dia suka sama aku, aku juga. Aku lebih suka karena Miko
buka pecinta kucing. Horee! Jadi kisah cintaku itu move on, bro! Hanya ftv atau
film-film di Indonesia yang akhir ceritanya suka bikin cerita clbk. Cinta Lama
Bersemi Kembali. See? Hidup harus berlanjut dengan pilihan baru, orang baru,
dan cinta baru. Semangat baru!
~The
End~