Monday, January 19, 2015

Dasar Teori Pemurnian Garam Kotor



Garam yang kita kenal sehari-hari adalah suatu kumpulan senyawa kimia dengan bagian terbesar terdiri dari natrium klorida (NaCl) dengan pengotor terdiri dari kalsium  sulfat (gips)–CaSO4, Magnesium sulfat (MgSO4), Magnesium klorida (MgCl2), dan lain-lain (Sutrisnanto, 2001).
Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Day, R.A dan Underwood, 1999).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla G, 1985).
Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya (Tony Bird, 1987).
Selama pengendapan ukuran kristal yang terbentuk, tergantung terutama pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, dan terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti (Keenan, 1992).
Prose-proses rekristalisasi (Cahyono, 1998) adalah sebagai berikut :
1.    Pendinginan
Larutan yang akan dikristalkan didinginkan sampai terbentuk kristal pada larutan tersebut. Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutan mengecil bila suhu diturunkan. Pendinginan dilakukan 2x yaitu pendinginan larutan panas sebelum penyaringan dan   pendinginan sesudah penguapan.
2.    Penguapan Solvent
Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solven dan solut. Setelah dipanaskan maka solven menguap dan yang tertinggal hanya kristal. Metode ini digunakan bila penurunan suhu tidak begitu mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya.  Penguapan bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalizir solvent atau zat pelarut sisa yang terdapat pada filtrat.
3.    Evaporasi Adiabatis
Metode ini digunakan dalam ruang vakum, larutan dipanaskan, dimasukkan dalam tempat vakumyang mana tekanan total lebih rendah dari tekanan uap solvennya. Pada suhu saat larutan dimasukkan ke ruang vakum solven akan menguap dengan cepat dan penguaapan itu akan menyebabkan pendinginan secara adiabatis.
4.    Salting Out
Prinsipnya adalah menambah suatu zat untuk mengurangi zat yang akan dikristalkan. Pengeluaran garam dari larutan dengan zat baru ke dalam larutan bertujuan menurunkan daya larut solven terhadap suhu pada pengatur tersebut. Peningkatan harga k, jika kedalam suatu larutan ditambah dengan zat elektrolit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal (Handojo, 1995) adalah :  
1.    Derajat lewat jenuh
2.    Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada
3.    Pergerakan antara larutan dan kristal
4.    Viskositas larutan
5.    Jenis serta banyaknya pengotor
Langkah-langkah melakukan kristalisasi (Fessenden, 1983) yaitu :
1.    Melarutkan zat pada pelarut
2.    Melakukan filtrasi gravity
3.    Mengambil kristal zat terlarut
4.    Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum
5.    Mengeringkan kristal
Kristal garam dapur berbentuk kubus, karena NaCl mengkristal dengan kisi kubus. Ionnya terletak pada tapak kisi yang ada diantara sesama terutama bersifat elektrostatik, karena gaya elektrostatiknya kuat maka kristal NaCl memiliki energi yang besar. Kristal NaCl relatif keras, bila terkena pukulan cenderung berantakan, sebab bidang-bidang ion selalu bergeser, bergerak dari keadaan tarik-menarik menjadi tolak-menolak (Brady, 1992).

Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Gramedia
Brady, J. E. 1992. Kimia Universitas Asas dan Srtuktur. Jakarta : Binarupa Aksara.
Cahyono, Bambang. 1998. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang: UNDIP Press.
Day, R.A. & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Fessenden R. J dan J. S Fessenden. 1983. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Handojo, Lienda.1995. Teknologi Kimia. Jakarta : PT Pradya Paramita
Keenan,W. Charles. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Oxtoby, D.W. 2001. Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Svehla, G. 1985. Kimia Analisis. Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.

No comments:

Post a Comment