Dulu ada hal yang
membuatku tak suka padamu dan selalu mengacuhkanmu. Aku masih ingat jelas.
Waktu itu abis libur lebaran, saling minta maaf di kelas. Saat aku mengulurkan
tanganku padamu, apa yang kau ucap?
“Sudah gak usah salaman.
Gini aja cukup,” dia menyatukan tangannya dan mengangkat ke depan dada,”Sudah
ku maafkan.”
Jedeerrrr….aku
seperti tersambar petir. Kamu mau bikin aku malu ya? Tega-teganya kau melakukan
itu padaku. Sejak kejadian itu aku jadi berpikir dua kali saat akan menyalami
orang. Untung itu cuma di depan kelas, kalau di depan umum bagaimana
jadinya tuh. Udah pasti aku bakal pingsan di tempat. Hah, mulai lebay.
Sekarang aku memang lebay saat membicarakanmu.
Hal lain yang dulu bikin aku sebel sama kamu tak lain dan
tak bukan adalah iri. Kamu selalu mendapat nilai matematika lebih baik dariku. Apalagi
saat ujian aku tanya kamu, bukannya kasih contekan malah menjawab dengan dua
bahasa isyarat. Mengangguk atau nggedeg.
Emang dasar kamu pelit atau jujur? Wah, sulit dibedakan. Beti sih, beda-beda
tipis.
Selain itu, guru Sejarah lebih suka milih kamu sih. Setiap
aku mau jawab, kamu mulu yang ditunjuk. Terus aku kapan dong? Masa kalau gak
ada yang mau jawab baru aku yang ditunjuk.
Ada yang bikin jengkel, tapi ada juga yang bikin seneng. Saat pelajaran aku sering minta permen ke
kamu. Halah, cuma permen eh…paling seratus rupiah doang. Biarpun seratus
rupiah, permen pemberianmu sangat berarti saat itu. Alasan pertama dan terakhir ya karena lumayan
mengusir kantuk 5 menit. Hhehe..
Awalnya aku tak
pernah membayangkan kita bisa sedekat ini. Kamu yang dulunya sangat ku benci
menjadi sangat ku suka. Caramu melihatku, caramu bicara padaku, caramu mengirim
pesan singkat, dan everything. Sekarang kamu selalu menunduk saat melihatku.
Kamu hemat kata, tepatnya hanya bicara saat perlu dan mendesak. Kamu cuek
bebek. Meski begitu, aku sangat suka membaca pesanmu berulang kali. Bahkan di
tengah malam saat ku terbangun dari tidur, aku selalu membaca pesanmu lagi dan
lagi. Yah, membuatku tertawa geli ditengah keheningan malam. Mungkin
kata-katamu tak sepuitis pujangga, tapi itu teramat spesial di hatiku. Seperti
kamu yang kini tlah menempatkan diri di barisan terdepan di hatiku. Gila ya!
Tak pernah aku sefrontal ini. Kamu yang memaksaku begini.
“Aku memang gak
seperti mereka yang mudah akrab dengan siapapun. Aku kan kaku seperti batu,” aku membaca pesannya.
Aku tertawa. Kamu
memang gokil. Kamu selalu bisa membuatku tertawa meski hanya sms sesederhana
itu.
“Bukan batu
tapi es :p,” aku
membalasnya.
Kalau kamu batu,
aku bingung harus jadi apa. Hujan pun butuh waktu lama untuk bisa melapukkan
batu. Kita beda dan aku harus mencari sesuatu untuk menggambarkan kita. Jadi
kamu es aja ya, hhehe. Kalau kamu es, aku kan jadi api yang akan mencairkan
kerasnya hatimu. Aku juga akan mencairkan sisi gelapmu. Intinya aku akan
berusaha bagaimanapun caranya untuk memenangkan hatimu.
Sejak aku deket
sama kamu, aku jadi semangat belajar. Awalnya gak bisa matematika, sekarang
sudah lumayan. Awalnya paling males sama yang namanya belajra, sekarang
tiap hari belajar. Pokoknya kamu jadi motivasi aku banget deh. Tapi kamu gak
tau kan, aku lakuin semua ini biar kamu bangga. Meski kamu belum melihatnya,
aku yakin suatu saat kamu pasti mengetahuinya.
No comments:
Post a Comment