Sunday, August 11, 2013

Apa Daya


Aku bahagia bisa melihat senyuman manismu meski dari kejauhan. Aku senang bisa mendengar suaramu saat kau tertawa. Tapi, ku begitu salah tingkah saat kau lewat di depanku. Aku selalu menyembunyikan mukaku. Lidahku terasa begitu kelu. Jangankan untuk menyapamu, sekedar tersenyum padamu pun aku tak bisa. Memang aku pikir, aku ini siapa kamu mau nyapa segala. Hah, kamu itu hampir sempurna di mataku. Kekuranganmu itu hanya tak mengenalku dan tak bisa melihat perasaan yang ku berikan untukmu. Aku sungguh tau diri. Aku hanyalah seorang cewek tak tau diri yang berani-beraninya naksir sama kamu, kakak kelas yang begitu populer.
Pagi itu aku tak melihatmu. Biasanya kamu sering nongkrong di kantin atau baca koran di lorong dekat kelasmu. Aku hanya melihat beberapa anak yang sering bersamamu. Kamu kemana? Aku begitu khawatir. Apakah kamu sakit? Sakit apa? Atau kamu sedang ada acara? Acara apa? Hmm, padahal aku begitu ingin melihatmu. Sudah berhari-hari ku tak mendengar suaramu. Sudah berhari-hari pula kau tak masuk ke mimpiku. Aku senang saat kau dalam mimpiku, karena kamu mampu menyebutkan siapa namaku. Mekipun hanya mimpi, aku cukup senang.
“Eciye, nyariin Kak Rangga ya,” Tasya mengagetkanku.
“Hus, apaan sih. Malu tau kalo kedengeran yang lain,” kataku.
“Abis dari tadi melamun mulu. Ntar kesambet lho,” sahutnya.
“Sudah jangan diterusin, ayo pulang,” ajakku lalu menarik tangannya.
Aku dan Tasya berjalan menuju gerbang. Betapa terkejutnya aku. Kak Rangga sedang berdiri di dekat gernbang sambil makan siomay. Aku menahan hatiku yang terasa sangat menggebu-gebu. Aku tak cukup percaya diri di depannya. Aku dan Tasya berjalan lurus melewatinya. Aku berharap dia tak mengetahui betapa groginya aku.
When you love someone just be brave to say
That you want him to be with you
Tasya mencubitku,”Kok diem aja sih. Harusnya tadi nyapa dong.”
“Bagaimana mungkin aku menyapanya, dia bahkan tak tau namaku,” jawabku.
“Sampe kapan sih harus menyimpan rasa itu sendiri. Setidaknya kamu harus bilang sama dia. bentar agi dia lulus. Udah gak ada kesempatan lagi,” Tasya menasehati.
“Aku tau Tas, tapi semua begitu sulit untukku,” kataku dengan nada datar.
Aku dan Tasya saling terdiam. Aku masih bisa melihat wajah Kak Rangga dari jendela bus. Dia terlihat sangat gembira bersama teman-temannya. Sayang aku di sini, hanya bisa melihatmu. Ingin rasanya berada di antara mereka. Aku ingin bisa di dekatmu, melihat senyummu, mendengar suaramu, dan menjadi yang spesial di hatimu. Yah, lagi-lagi khayalan itu datang. Tak seharusnya aku berharap muluk-muluk. Aku ini tak pentas bersamamu.
***
Hari itu adalah jumat bersih. Aku melihatmu lagi. Kamu dan seorang temanmu bernama Deni berjalan membawa bak sampah untuk dibuang di tempat penampungan. Kamu terlihat sangat keren. Apalagi dengan gaya rambutmu yang baru. Sungguh membuatmu wajahmu semakin manis.
Aku sengaja mengajak Tasya untuk membuang sampah agar aku bisa berpapasan denganmu. Awalnya Tasya menolak, tapi karena aku memohon dia jadi tak tega. Sayang, saat aku menuju ke sana, kamu lewat jalan lain untuk kembali ke kelasmu. Usaha yang sia-sia.
Waktu istirahat pun tiba aku. Aku mengajak Tasya baca koran di lorong dekat kelasmu. Saat aku sampai, aku melihatmu berjalan menuju kantin. Hal ini ternyata juga sia-sia. Kenapa waktunya tak tepat sih? Aku begitu ingin kau melihatku juga. Akhirnya aku kembali ke kelas. Saat pelajaran, semua tentangmu dipending dulu.
“Kamu masih mau tetap di sini? Kita ada tambahan lho. Aku laper,” tanya Tasya.
“Aku juga laper. Aku pengen beli siomay di luar,” jawabku.
Ternyata kali ini tak sia-sia. Kak Rangga ada di sana. Seandainya aku di rumah, pasti udah jingkrak-jingkrak di atas tempat tidur. Aku ingin meluapkan segala perasaanku.
Saat akan kembali, hujan pun turun. Aku dan Tasya berteduh di bawah gapura sebelah kanan. Sementara Kak Rangga dan teman-temannya berteduh di sebelah kiri. Saking hebohnya aku ke dia, aku sering nyari info tentang dia. alhasil, aku pun bisa menyebutkan dengan lengkap dan tanpa salah siapa saja yang sedang bersamanya. Kalau ditanya di mana rumahnya, aku pun tau. Aku pernah membaca biodata di kelasnya saat semua anak sudah pulang. Bahkan aku pernah jogging di sekitar rumahnya. Tapi aku tak tau yang mana rumahnya. Hal lain  yang bikin aku seneng, aku bisa melihat dia dua kali. Meski abis bangun tidur, itu tak mengurangi kemanisan wajahnya. Aduh, melayang deh mikirin dia mulu. Lama-lama bisa diabetes melihat wajahnya yang begitu manis.
Hujan hampir reda. Tasya mengajakku segera kembali ke kelas. Dengan berat hati aku meninggalkan tempat itu. Tasya gak bisa ngertiin aku banget. Kapan lagi bisa melihat Kak Rangga live di dekat aku gini.
Tasya menarik taangan. Hujan turun lagi ketika kami di lapangan basket. Bukannya berlari, kami malah ujan-ujanan. Aku sih berharap Kak Rangga melihatku dan berkata,”Ngapain mereka. Malah ujan-ujanan.” Sepertinya apa yang ku harapkan tak terlalu muluk. Aku tak sengaja melihat Kak Rangga yang sedang meihatku juga. Ketauan deh. Mereka merhatiin juga. Cari perhatian seperti ini rupanya ampuh. Kapan-kapan boleh dicoba lagi.
***
Waktunya pulang. Aku dan Tasya bergegas menuju masjid. Kami belum shalat. Aku dan Tasya segera mengambil wudhu. Saat memasuki masjid, aku terkejut. Kak Rangga berdiri dishaf paling belakang yang ada. Rambutnya basah oleh air wudhu. Itu terihat sangat keren. Batu pertama kalinya aku melihat rambutnya yang basah.
Seusai shalat, aku dan Tasya melipat mukena. Aku sudah tak melihat Kak Rangg lagi. Dia dan teman-temannya sudah di luar. Aku dan Tasya juga keluar. Kak Rangga dan teman-temannya menuju pintu belakang. Sepertinya mereka akan bolos dari tambahan belajar.
Dugaanku benar. Aku dan Tasya mengikuti mereka. Sialnya jalan di situ sulit di lewati. Begitu banyak tumbuhan liar yang tumbuh. Aku memang sengaja memberi jarak. Aku tak mau Kak Rangga tau kalau aku sedang mengikutinya. Dua orang temannya segera naik bus ke arah utara. Sementara Kak Rangga dan seorang teman yag tak bisa ku kenali karena jarak yang jauh, menyeberang. Tak sampai lima menit, bus datang. Mereka naik bus. Aku hanya bisa mengucapkan selamat tinggal dari jauh.
“Ah, kamu mau diem di sini terus dambil melambaikan tangan?” Tasya membuyarkan lamunanku.
“Eh, aku lupa,” sahutku.
“Liatin Kak Rangga mulu sih. Aku jadi dicuekin,” Tasya manyun.
“Mau aku traktir es krim?” tanyaku.
“Eh, tumben Tita nraktir,” katanya.
“Jadi gak nih?” aku memastikan.
“Ayo,” Tasya sangat antusias.
Tasya itu orang yang paling bisa ngertiin aku. Tanpa aku cerita pun, dia tau keadaanku. Katanya sih keliatan dari mataku. Emang di mataku ada tulisannya gitu. Hmm, Tasya ada-ada aja.
“Enak banget deh,” kata Tasya sambil menjilat es krim yang ku berikan untuknya.
“Ya iyalah. Dimana-mana yang gratisan itu enak,” sahutku.
“Iya sih. Sering-sering nraktir aku ya,” Tasya tertawa.
“Enak di elu, gue bangkrut,” aku mengeraskan suara.
Aku dan Tasya tertawa.
***
Sudah lama tak ke perpustakaan. Gara-gara cari perhatian ke Kak Rangg terus jadi lupa deh. Hari ini aku dan Tasya masuk ke ruangan itu lagi. Ruangan gelap, pengap, tapi penuh makna. Aku kangen sama buku-buku yang berjejer rapi di setiap rak. Aku sudah lama tak memegang mereka. Mereka agak sedikit berdebu. Kalau perpustakaannya seperti ini, siapa juga yang mau masuk. Bahkan cahaya pun tak bisa menerangi setiap sudut ruangan. Sungguh menyedihkan. Sekolah peru melakukan renovasi.
“Tita, mau nyari buku apa?” tanya Tasya.
“Aku bingung nih,” jawabku.
Aku berjalan menyusuri setiap rak. Ada sesuatu yang begitu menarik perhatianku. Buku yang aneh. Sebuah buku bertuliskan “Angkatan 2011”. Aku penasaran. Aku mengambilnya. Ku buka lembar demi lembar. Ternyata buku itu berisi kumpulan pas foto 3x4 siswa. Aku mulai berpikir. Ya, aku menemukannya. Tahun angkatan Kak Rangga. Aku membukanya lebih cepat. Aku menemukannya.
“Tas, liat apa yang ku ambil,” aku menunjukkan foto yang ku bawa.
“Gila, kamu ngambil foto Kak Rangga. Dapet dari mana?” Tasya kaget.
“Buku kumpulan foto,” jawabku.
Ku rasa aku benar-benar gila. Sampe segitunya aku sam Kak Rangga. Apa yag ku lakukan ini namanya kan nyolong. Dosa gak yah?
***
Hari itu pulang lebih pagi. Besok kelas-kelas akan digunakan untuk Try Out. Kebetulan Kak Rangga di ruang kelasku. Aku dan Tasya punya rencana. Semoga ini berhasil.
Mungkin ini memang jalan takdirku
Mengagumi tanpa dicintai
Itulah kalimat pertama yang ku tulis di kertas gambar.
Jadikan ini perpisahan yang termanis
Yang indah dalam hidupmu sepanjang waktu
Tasya menulisnya. Indah.
Selain itu, ada ucapan lain. Doa semoga lulus dengan nilai memuaskan, sukses, dan gambar-gambar lucu gitu. Dan aku sengaja meletakkan kertas itu di laci setelah petugas kebersihan membersihkan kelas. Karena adalah hal yang sia-sia jika ku letakkan tadi, pasti dibuang ke tempat sampah.
“Yakin ini berhasil?” tanyaku.
“Dia pasti akan baca kok,” Tasya menghiburku.
Semoga saja demikian. Walaupun aku tak mencantumkan namaku, ku harap kau bisa mengetahui.
Aku tergesa-gesa tadi. Sapai di rumah aku baru sadar buku gabarku tertinggal di laci meja paling belakang. Padahal halaman pertama itu ada gambar kartun Sylvester sama pasangannya, lupa namanya. Mana belum selesai pulang. Kalau sampai Kak Rangga melihat gambar itu, malu-maluin banget dong.
***
Aku sengaja berangkat pagi. Aku tak ingin ada yang berangkat sebelum aku. Aku harus menemukan buku gambar itu. Aku ingat benar, empat hari lalu aku menaruhnya di laci meja paling belakang. Tapi, tak ada apapun di sana.
Hal lebih membuatku khawatir, tulisan di kertas yang ku buat bersama Tasya itu hilang. Aku tak menemukannya lagi di laci meja paling di depan. Saat aku melihat setiap meja, aku baru sadar. Kak Rangga tidak di kelas ini. Berarti dia di kelas sebelah.
“Nyari apaan sih?” Tasya muncul dari balik pintu.
“Buku gambar. Ada gambar Sylvester yang pernah aku tunjukin ke kamu,” aku panik.
“Gambar itu? Kemarin kamu taru di mana?” Tasya membantu melihat laci setiap meja.
“Aku inget ada di sini,” aku menunjuk meja paling belakang.
“Trus tulisan kita kemarin gimana?” tanyanya.
“Gak ada juga,” aku makin panik.
Saat aku paniknya minta ampun, Tasya malah tertawa.
“Kok ketawa sih?” aku jutek.
“Itu berarti Kak Rangga yang ngambil,” Tasya masih tertawa.
“Apa iya? Ruangan Kak Rangga itu di sebelah, ini mah ruangan temennya yang absen awal,” kataku sambil berpikir lagi.
Seseorang muncul dari balik pintu. Dia anak kelas sebelah. Aku tak tau siapa namanya. Tapi aku sering melihatnya selalu berangkat pagi.
“Tadi aku nemu di kelas. Aku baca namanya, trus aku pikir pasti kamu butuh ini. Jadi aku balikin ke kamu, ini,” dia menyerahkan padaku.
“Makasih ya. Dari tadi aku nyariin ini. Makasih banget,” kataku.
Aku dan Tasya duduk di meja.
“Huh, leganya. Tuh buku udah kembali,” sahut Tasya mengelus dada.
“Iya,” aku sambil membuka buku gambar.
“Untung ketemu, pasti ada tugas yang belum kamu mintakan nilai,” katanya.
“Hah, hilang..” aku panik
“Apaan sih?” Tasya merebut buku gambarku.
“Gambar Sylvesternya ilang,” aku manyun.
***
Aku masuk kelas. Aku melihat yang lain duduk bersama dan membicarakan sesuatu.
“Ada apaan sih?” aku ikut bergabung.
“Itu lho, Kak Rangga,” Sinta menyahut.
“Kak Rangga putus sama Kak Lola,” rebut Dita.
Aku kaget. Bahkan selama ini aku tak pernah tau kalua Kak Rangga punya pacar. Saat tau malah udah putus.
“Kok putus, kenapa?” giliran Tasya yang bertanya.
“Katanya sih, Kak Rangga selingkuh,” jawab Nana.
“Kok bisa?” aku kaget.
“Ekspresinya biasa aja kali. Lagian kenapa jadi sewot gitu sih,” kata Kayla.
“Maaf au orangnya heboh gini, jadi gak bisa nahan,” aku tertawa kecil.
Aku tak percaya. Setauku Kak Rangga orangnya baik. Mana mungkin dia setega itu. Mungkin berita yang ku dengar ini salah. Atau ini hanya sekedar mimpi. Aku harus bangun dari mimpi ini. Aku mencubit pipiku. Sakit. Aku tak bermimpi. Ini kenyataan. Sulit memang, tapi apa daya.
“Tita, mending lupain Kak Rangga. Dia bukan yang terbaik buat kamu. Aku gak tau berita ini benar atau salah, tapi ada baiknya kamu waspada,” kata Tasya.
“Makasih ya, Tas,” aku mencoba kuat.
***
Tak terasa Kak Rangga sudah ujian nasional. Kak Rangga sudah lulus. Hari ini adalah hari perpisahan. Sedihnya melepas Kak Rangga pergi. Hari setelah ini pasti akan terasa begitu hampa. Tak ada senyuman Kak Rangga lagi.
Sebagian anak terlihat begitu menikmati lagu yang lantunkan oleh Bintang tamu. Tapi aku tak menikmatinya. Mataku memandang ke setiap arah. Kak Rangga duduk bersama teman-temannya. Dia tertawa begitu lepas. Aku belum pernah melihatnya seperti itu. Ya, ini adalah momen spesial dan tak terlupakan untuk Kak Rangga dan teman-temannya.
“Bintang tamunya di depan, kok liatnya ke sana?” tanya Tasya.
“Ini hari terakhir aku melihatnya,” aku sedih.
“Kamu masih berharap?” tanya Tasya.
Aku hanya diam.
Seusai acara itu, aku berpapasan dengan Kak Rangga. Kali ini aku sendiri, Kak Rangga pun sendiri. Aku sempat melihat wajah Kak Rangga. Kak Rangga pun memperhatikanku. Seiring langkahku, Kak Rangga pun berlalu. Selamat tinggal.
***
Dua tahun kemudian…
Sekarang jaman sudah berganti. Semua serba canggih. Internet dimana-mana. Informasi mudah didapat. Aku pun memanfaatkan kemajuan teknologi.
Aku membuka akun facebookku. Sedang apa Kak Rangga? Entah apa yang membuatku berpikir demikian. Rasanya sudah lama sekali sejak hari itu.
Rangga Agitya Putra in relation ship with Ellena Sakina Anindita-1 menit ago
Tulisan itu muncul di berandaku. Aku penasaran. Aku membuka profil Kak Rangga. Pacar Kak Rangga cantik. Kulitnya putih bersih, matanya sipit. Dia mirip sekali sama Kak Rangga. Aku iseng membuka catatan Kak Rangga.
Juni 2011
Si pemilik senyum itu tak muncul lagi. Setiap aku mencarinya, tak ku temui. Aku begitu ingin melihatnya untuk yang terakhir. Aku akan segera pergi dari sekolah di mana pertama kali aku melihatnya.
Aku sering melihatnya, tapi aku tak pernah menyapa. Aku bahkan tau namanya dari temanku. Itu pun saat hari hujan dimana dia bersama temannya bermain air hujan di lapangan. Wajahnya sungguh lucu, andai dia tau itu.
Aku masih menyimpan kertas gambar yang sengaja ia tinggal di kelasnya. Aku juga menyobek gambarnya. Aku harap dia tau. Aku menyimpan perasaan.
Aku menangis membaca tulisan itu. Aku benar-benar tak percaya. Selama ini ternyata cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Kak Rangga juga menyimpan perasaan padaku. Setelah dua tahun baru sekarang aku mengetahuinya. Betapa menyakitkan.
Cinta memang tak harus memiliki. Aku menyayangi, kau pun menyayangiku. Tapi bukan berarti kita harus saling memiliki. Kau sudah menemukan bintang yang lebih indah di sana. Semoga kalian bahagia.
==The End==



No comments:

Post a Comment