Sunday, August 11, 2013

SATU HATI


Juli 2010 saat aku sedang menonton piala dunia, nomor tak dikenal miscall. Aku tak tau lalu ku kirim pesan. Keesokan harinya dia membalasnya. Dia bilang tak tau masalah miscall itu mungkin temannya yang melakukan, begitu katanya. Waktu berjalan dan kami pun sering sms ataupun telpon. Akhirnya kami menjadi dekat. Itu karena aku memang ingin kakak cowok dan aku sudah menganggapnya sebagai kakakku. Dia sering menyanyikan lagu sebelum aku tidur. Dia juga sering menemaniku saat aku sulit tidur. Mungkin dari situlah timbul sesuatu yang beda. Dia pernah berkata kalau aku beda dari cewek lainnya. Aku masih bisa begadang sampai jam 3 pagi saat semua cewek sedang lelap tertidur. Tak hanya itu, dia sering membangunkanku saat pagi sehingga aku tak pernah telat bangun.
Sampai suatu hari dia bercerita kalau dia lagi suka sama cewek tapi takut untuk bilang. Aku memberikan semangat padanya dan menyurunya untuk segera menembak cewek tersebut.
“Gimana ya?” tanyanya.
“Udah tembak aja, kamu bisa latihan kok,” kataku,”Aku mau bantu.”
“Aku takut dia menolak,” sahutnya.
“Mana mungkin ada yang nolak cowok sebaik kamu,” aku meyakinkan.
Sekitar lima menit dia diam. Dia tak berkata sepatah kata pun. Sampai dia berkata..
“Aku suka kamu,” katanya.
“Latihan ya?” tanyaku.
“Kok latihan? Aku suka kamu,” tegasnya.
Aku sangat terkejut. Aku harus jawab apa? Aku tak ada rasa apa pun sama dia. Tapi tadi aku yang memberikan semangat padanya masa sekarang akumembuatnya sedih.
“Gimana?” tanyanya.
“Ok deh, bisa kita coba,” jawabku.
Tercatat jelas di otakku saat itu. 9 juli 2010 pukul 23.45 dia mengungkapkan perasaannya padaku. Aku telah memutuskan unutk mencobanya. Ya, dia adalah Bima. Abimayu Hermawan namanya. Hal yang lebih mengesankan adalah angka 2. Tanggal, bulan, dan tahun kelahiranku jika dikurangi dengannya adalah angka 2.
Pilihanku ternyata tak salah. Dia cowok yang baik, jujur, perhatian, pintar, dan soleh. Dia sering mengingatkanku agar tak lupa sholat. Dia juga sering mengingatkan untuk makan. Dia nemenin aku belajar. Dia memang pacar sekaligus kakak terbaik. Bahkan lagu yang ku suka tapi dia tak tau bisa dia nyanyaikan beberapa hari setelah dia searching. Lama-lama dia menjeratku ke dalam hatinya dan membuatku tergila-gila padanya.
Namun semua mulai berubah. Hampir tiga hari dia tak mengirim pesan, selama itu pula aku tak makan. Aku merasa ada yang hilang saat tak ada dia. Aku merasa ada yang salah. Semua terjawab saat aku menerima pesan darinya yang berisi permintaan putus. Aku tak kuasa menahan air mataku. Ternyata dia setega itu, memutuskanku melalui pesan singkat. Ya, sehari sebelum ulang tahunku..begitu menyakitkan.
Aku mengangkat teleponnya,”Kamu tega banget. Aku gak mau putus, kenapa harus putus? Aku janji gak akan ganggu pelajaran kamu asal kita gak putus.”
“Maaf ya, aku gak bisa,” katanya.
“Aku gak butuh maaf, aku cuma mau kita tetep lanjut,”aku mengangis terisak.
“Maaf, jangan nangis,” sahutnya.
Aku menutup teleponnya. Berkali-kali dia mencoba menelponku, mungkin lebih dari 30 kali. Aku hanya terduduk di lantai. Aku masih terkejut atas keputusannya. Aku mencari teman curhat yaitu Surya. Dia begitu marah. Dia tak terima Bima memutuskan hubungannya denganku, tapi ku hanya diam. Sampai malam aku menangis dan Surya sudah terlalu capek menanggapiku. Akhirnya dia tidur dan aku menelpon Bima. Aku masih berharap dia mau menarik keputusannya itu.
“Aku mohon, aku gak mau putus sama aku,”kataku sambil menangis.
“Kamu masih menangis?,” tanyanya,”Aku bukan yang terbaik untuk kamu. Sudahlah kita berteman saja. Kita masih bisa jadi kakak adik kok.”
“Teganya kamu. Hampir tiga hari aku gak makan ternyata dibalas seperti ini,” tangisku semakin menjadi.
“Aku mohon kamu harus tetap makan ya,” pintanya,”Besok aku jemput kamu di sekolah, kita makan es krim bareng ya. Sekarang tidur gih.”
Dia menutup telponnya. Aku mulai bisa tertidur. Meski hati ini rasanya seperti tercabik-cabik. Aku belum bisa menerimanya. Air mata ini pun seakan tak mau berhenti.
Jam 5 pagi dia menelponku. Dia hanya mengucapkan selamat ulang tahun untukku dan menyuruhku makan. Mana mungkin aku bisa makan tanpa kamu. Air mata ini pun kembali mengalir.
Awalnya aku hanya mengira itu adalah kejutan untuk ulang tahunku tapi ternyata salah. Dia benar-benar memutuskanku. Tapi satu hal yang ku yakini saat itu adalah dia masih menyayangiku. Itu terbukti saat dia mengirim pesan. Dia masih menggunakan kata yang sama, panggilan sayang untukku, nta. Meskipun dia bilang salah tulis, aku tak percaya.
Sejak kejadian itu, udah gak ada lagi komunikasi. Tapi aku selalu memberitahunya saat aku ganti nomor. Mungkin itu karena aku masih berharap bisa kembali dengannya.
***
Kini semua berubah 180 derajat. Aku jadi mulai cuek gitu. Tiap ada yang sms gak pernah ku tanggepin. Itulah kenapa gak ada lagi yang sms aku. Eh, malah aku sering sms Rio..orang yang dulunya paling tak sebelin. Abis aku denadam banget sih sama dia. Pernah ada kejadian dia bikin malu aku di depan anak-anak cowok. Jadi, dulu tiap lihat wajahnya tuh sebel banget. Lha dia sombong banget sih. Semakin hari semakin aku dekat sama Rio. Ngomong sama dia itu enak, nyambung pula. Tiap ada masalah trus cerita sama dia bawaannya langsung hepi. Berawal dari semua itu, mulai tumbuh perasaan lebih sekedar teman.
Sekarang udah ulang tahun lagi. Rio yang pertama ngucapin jam 3 malam. Walaupun Cuma sms ‘hbd’ doang, bagiku tetap aja berkesan. Hari ini aku janjian sama Rio di taman. Katanya dia mau ngasih cord gitar lagu yang dia bikin. Ih..aku bela-belain ngajak Nindy biar aku gak mati kutu pas ketemu dia.
“Val, kamu udah sms Rio belum sih?” tanya Nindy.
“Ya aku gak mungkin sms dia dong, ntar kesannya aku berharap banget dia datang,”jawabku.
Sudah hampir tiga jam aku dan Nindy menunggu. Rio tak kunjung datang. Sedari tadi aku memperhatikan orang-orang di sekitar, tapi tak ku temui Rio di antara mereka. Rio, mungkinkah kamu lupa? Mungkinkah kamu sengaja tak datang? Lalu kenapa kamu bikin janji sama aku?
“Val, aku capek lho di sini mulu. Eh, katanya mau download lagunya Rio,” sahut Nindy.
“Eh, iya,” aku baru teringat.
Akhirnya lagu Rio sudah ku miliki. Inilah pertama kalinya dengerin lagu ini. Awalnya sih biasa, tapi aku terkesan. Entah bahasa inggrisnya Rio yang aneh atau suaranya Rio yang khas, membuat lagu itu sangat bagus di telingaku. Tak apalah, ini adalah hadiah terindah yang ku dapat, meski Rio tak datang.
***
Malam ini dinginnya teramat menusuk tulangku. Tentunya menusuk hatiku juga. Aku bahkan baru sadar kalau aku belum sempat berbuka, baru makan sebungkus roti. Sekarang jadi lemes deh, bukan karena puasa tapi karena hati. Rio benar-benar lupa sama aku.
To: Rio
From : Valla
Kenapa kamu gak datang sih? Aku nunggu kamu hampir tiga jam lho..aku kecewa
Entah sudah berapa kali aku memutar lagu Rio. Tak ada kata bosan yang muncul dalam otakku. Saat dengerin lagu Rio itu seperti Rio nyanyi di depanku. Sungguh romantis. Mulai mengkhayal lagi deh…
To: Valla
From: Rio
Maaf aku lupa
Sudah ku duga. Dia benar-benar tak mengingat janji yang dia buat. Ini sudah sering terjadi. Aku sih gak bisa marah. Aku sadar kalau aku ini bukan siapa-siapa buat dia. Mendingan juga tidur biar bisa mimpiin Rio. Semoga kamu mimpiin aku juga.
“If dreaming is the only way to be with you,
Then I’ll never open my eyes”
***
Hari itu adalah hari yang sangat spesial. Rio datang ke sekolahku. Dia ingin memberi miniatur sepeda yang ia beli waktu liburan ke Bandung. Itupun karena aku pernah bilang, ingin banget punya miniatur vespa. Karena yang dia beli hanya miniatur sepeda, ya itulah yang dia berikan. Miniatur apa aja bolehlah asal dari Rio. Miniatur hatinya pun sangat boleh. Hhehe..
“Ini buat kamu,” dia menyerahkan padaku.
Aku menerimanya dengan senang hati. Seperti biasa, lidahku terasa kelu saat di dekatnya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih, lalu berpaling. Padahal dia menawari untuk pulang bareng. Harusnya aku tadi minta dianter aja biar bisa pulang sama Rio. Ah, kesempatan hanya datang sekali dan terlewatkan.
Rio itu sosok yang misterius, sulit ditebak, dan membingungkan. Sekarang ngomong a, ntar udah ganti ke b. Kalau smsan, aku udah nyiapin jawaban buat bales smsnya, eh sms yang dia kirim selalu beda dari apa yang ku harapkan. Walaupun dia cuek bebek gitu, dia perhatian juga sama aku. Waktu aku sakit cacar, dia bahkan sampe cari obat alternatif buat nyembuhin penyakit cacar. So sweet banget kan. Dia juga sering ngirim lirik-lirik lagu gitu. Ihh, Rio Rio Rio.
Aku tuh tak habis pikir, bisa-bisanya aku sampai seperti ini. Aku menyayangi orang yang jelas-jelas tak pernah mengungkapnya bagaimana perasaannya sama aku. Aku bahkan tak pernah tau apa yang dia pikirkan. Dia selalu bilang, biarkan mengalir seperti air.
To: Valla
From: Bima
Semangat belajar ya!!
Bima datang lagi. Akhir-akhir ini dia sering mengirim sms. Aku takut dia datang kembali.
Nindy pernah bilang gini,”Orang lama itu lebih mudah masuk kembali daripada orang baru.”
Nindy juga pernah bilang,”Cinta itu membuat cowok lemah di depan cewek yang dia sayang. Tapi cewek akan kuat di depan cowok yang dia sayang.”
***
“Sebenarnya aku masih sayang sama kamu,” Bima memulai pembicaraan.
“Maaf, Bim,” kataku.
“Aku ngerti kok. Kamu butuh waktu. Apalagi dulu aku pernah nyakitin kamu. Aku akan nunggu jawaban kamu, Val,” Bima tersenyum.
“Makasih ya udah mau ngertiin aku,” lanjutku.
Aku bisa melihat wajah Bima. Meskipun dia bilang tak apa, ada rasa kecewa di wajahnya. Aku bingung kenapa ini terjadi. Memang terkadang cinta itu telat. Saat kita benar-benar menyayanginya, dia tak melihat kita. Akan tetapi, saat rasa itu mulai menghilang, dia baru menyayangi kita.
Hari itu aku juga bertemu Rio. Entah kenapa dia berubah. Tak seperti biasa. Bahkan dia begitu cuek, tak mau menatap mataku. Aku ingin mencari tau.
“Kamu kenapa sih?” tanyaku.
“Aku heran deh sama kamu, kok mau naggepin aku. Padahal cowok itu banyak lho,” katanya.
“Cowok emang banyak, tapi yang nyangkut di hati cuma satu,” sahutku.
“Harus gimana sih biar kamu bosan sama aku?” tanyanya.
“Kamu pengen aku bosan sama kamu?” aku balik bertanya.
“Iya,” dia menatapku.
Aku pergi dari hadapannya. Dia sungguh membuatku kecewa. Aku tuh gak pernah berharap lebih. Cukup bisa berteman sama dia, itu sudah membuatku senang. Mungkin aku memang sangat mengganggunya. Aku selalu membuatnya risih atas semua yang ku lakukan. Aku bukan apa-apa untuknya.
***
“Aku capek,” kataku pada Nindy.
“Rio lagi?” tanyanya.
“Aku bingung. Bima atau Rio? Aku harus bagaimana?” aku bingung.
“Move on,” Nindy tegas.
Mungkin Nindy benar. Aku tak pernah menjadi yang istimewa di hati Rio. Jangankan jadi pemeran utama, pemeran figuran pun takkan pernah. Begitu burukkah aku di matanya? Selama ini dia tak pernah melihatku. Aku yang terlalu berharap saja, berharap dia melihat perasaanku.
Aku berada dalam persimpangan. Harus ke kanan atau ke kiri. Harus memilih masa lalu atau saat ini. Harus memilih orang menyayangi atau disayangi. Akankah memilih Bima yang dulu pernah melukai hatiku? Ataukah Rio yang selalu membuat hatiku terluka? Ya Allah, beri aku petunjuk.
“Kamu harus bisa tegar, jangan galau gini,” kata Nindy.
“Iya, Nindy. Makasih ya kamu selalu setia dengerin curhatanku,” aku tersenyum padanya.
***
“Bim, maaf ya. Sekeras apapun aku mencoba untuk menyayangi kamu lagi, aku tak bisa,” kataku.
“Aku ngerti kok. Perasaan itu gak bisa dipaksa. Aku senang bisa mengenalmu,” Bima tersenyum.
“Makasih ya. Aku juga senang bisa kenal kamu,” sahutku.
Aku mulai menjalani semua sendiri. Aku tak pernah lagi berkomunikasi dengan Bima. Rio pun seakan menghilang dari kehidupanku. Tak ada lagi sms darinya. Aku tak pernah lagi melihat senyumnya.
Aku selalu menyebut namanya di setiap sujudku. Aku selalu berdoa untuk yang terbaik. Ya Allah, jika Rio yang terbaik untukku, dekatkanlah aku dengannya. Jika dia bukan yang terbaik untukku, hapuslah perasaan ini, ubahlah menjadi pertemanan. Aku harap Rio baik-baik dimanapun dia berada.
***
Tiga bulan kemudian…
Aku dan Nindy pergi ke sebuah mall untuk merayakan kelulusan kami. Aku dan Nindy begitu senang. Akhirnya setelah bersusah-susah menghadapi tegangnya menjelang ujian. Senang juga rasanya karena hasil ujian kami memuaskan.
“Val, itu Rio kan,” Nindy menunjuk ke tempat Rio berada.
Sepertinya Rio mengetahui keberadaanku. Rio berjalan ke arahku.
“Hey, Val. Lama tak jumpa. Gimana kamu, baik?” tanyanya.
“Iya, seperti yang kamu lihat. Kamu gimana?” tanyaku balik.
“Selalu baik,” jawabnya.
“Rio, aku sama Nindy duluan ya. Bye,” aku tersenyum.
“Bye,” Rio membalas.
Aku dan Nindy pergi.
Rio, aku tak mau berusaha melupakanmu. Biarlah waktu yang akan menjawab semua. Atau mungkin waktu yang akan menghapus semua. Aku percaya rezeki dan jodoh itu tak mungkin tertukar. Allah telah mengatur yang terbaik untukku. Jika kamulah orangnya, kamu akan datang padaku dengan sendirinya. Jika bukan kamu, aku cukup sadar bahwa perasaan tak bisa dipaksa. Well, aku berharap aku dan kamu mendapat yang terbaik.
===The End===

No comments:

Post a Comment