Juli 2010 saat aku sedang
menonton piala dunia, nomor tak dikenal miscall. Aku tak tau lalu ku kirim
pesan. Keesokan harinya dia membalasnya. Dia bilang tak tau masalah miscall itu
mungkin temannya yang melakukan, begitu katanya. Waktu berjalan dan kami pun
sering sms ataupun telpon. Akhirnya kami menjadi dekat. Itu karena aku memang
ingin kakak cowok dan aku sudah menganggapnya sebagai kakakku. Dia sering
menyanyikan lagu sebelum aku tidur. Dia juga sering menemaniku saat aku sulit
tidur. Mungkin dari situlah timbul sesuatu yang beda. Dia pernah berkata kalau aku
beda dari cewek lainnya. Aku masih bisa begadang sampai jam 3 pagi saat semua
cewek sedang lelap tertidur. Tak hanya itu, dia sering membangunkanku saat pagi
sehingga aku tak pernah telat bangun.
Sampai suatu hari dia bercerita
kalau dia lagi suka sama cewek tapi takut untuk bilang. Aku memberikan semangat padanya dan menyurunya
untuk segera menembak cewek tersebut.
“Gimana ya?” tanyanya.
“Udah tembak aja, kamu bisa latihan kok,” kataku,”Aku mau bantu.”
“Aku takut dia menolak,”
sahutnya.
“Mana mungkin ada yang nolak
cowok sebaik kamu,” aku meyakinkan.
Sekitar lima menit dia diam. Dia tak berkata sepatah kata pun. Sampai dia
berkata..
“Aku suka kamu,” katanya.
“Latihan ya?” tanyaku.
“Kok latihan? Aku suka kamu,” tegasnya.
Aku sangat terkejut. Aku harus
jawab apa? Aku tak ada rasa apa pun
sama dia. Tapi tadi aku yang memberikan semangat padanya masa sekarang
akumembuatnya sedih.
“Gimana?” tanyanya.
“Ok deh, bisa kita coba,” jawabku.
Tercatat jelas di otakku saat itu. 9 juli 2010 pukul 23.45 dia
mengungkapkan perasaannya padaku. Aku telah memutuskan unutk mencobanya. Ya,
dia adalah Bima. Abimayu Hermawan namanya. Hal yang lebih mengesankan adalah
angka 2. Tanggal, bulan, dan tahun kelahiranku jika dikurangi dengannya adalah
angka 2.
Pilihanku ternyata tak salah. Dia
cowok yang baik, jujur, perhatian, pintar, dan soleh. Dia sering mengingatkanku
agar tak lupa sholat. Dia juga sering mengingatkan untuk makan. Dia nemenin aku
belajar. Dia memang pacar sekaligus kakak terbaik. Bahkan lagu yang ku suka
tapi dia tak tau bisa dia nyanyaikan beberapa hari setelah dia searching. Lama-lama dia menjeratku ke dalam hatinya
dan membuatku tergila-gila padanya.
Namun semua mulai berubah. Hampir tiga hari dia tak mengirim pesan, selama
itu pula aku tak makan. Aku merasa ada yang hilang saat tak ada dia. Aku merasa
ada yang salah. Semua terjawab saat aku menerima pesan darinya yang berisi
permintaan putus. Aku tak kuasa menahan air mataku. Ternyata dia setega itu,
memutuskanku melalui pesan singkat. Ya, sehari sebelum ulang tahunku..begitu
menyakitkan.
Aku mengangkat teleponnya,”Kamu tega banget. Aku gak mau putus,
kenapa harus putus? Aku janji gak akan ganggu pelajaran kamu asal kita gak
putus.”
“Maaf ya, aku gak bisa,” katanya.
“Aku gak butuh maaf, aku cuma mau kita tetep lanjut,”aku mengangis terisak.
“Maaf, jangan nangis,” sahutnya.
Aku menutup teleponnya. Berkali-kali dia mencoba menelponku, mungkin lebih
dari 30 kali. Aku hanya terduduk di lantai. Aku masih terkejut atas
keputusannya. Aku mencari teman
curhat yaitu Surya. Dia begitu marah. Dia tak terima Bima memutuskan
hubungannya denganku, tapi ku hanya diam. Sampai malam aku menangis dan Surya
sudah terlalu capek menanggapiku. Akhirnya dia tidur dan aku menelpon Bima. Aku
masih berharap dia mau menarik keputusannya itu.
“Aku mohon, aku gak mau putus sama aku,”kataku sambil menangis.
“Kamu masih menangis?,” tanyanya,”Aku bukan yang terbaik untuk kamu.
Sudahlah kita berteman saja. Kita masih bisa jadi kakak adik kok.”
“Teganya kamu. Hampir tiga hari aku gak makan ternyata dibalas seperti
ini,” tangisku semakin menjadi.
“Aku mohon kamu harus tetap makan ya,” pintanya,”Besok aku jemput kamu di
sekolah, kita makan es krim bareng ya. Sekarang tidur gih.”
Dia menutup telponnya. Aku mulai
bisa tertidur. Meski hati ini
rasanya seperti tercabik-cabik. Aku belum bisa menerimanya. Air mata ini pun
seakan tak mau berhenti.
Jam 5 pagi dia menelponku. Dia hanya mengucapkan selamat ulang tahun
untukku dan menyuruhku makan. Mana mungkin aku bisa makan tanpa kamu. Air mata
ini pun kembali mengalir.
Awalnya aku hanya mengira itu adalah kejutan untuk ulang tahunku tapi
ternyata salah. Dia benar-benar memutuskanku. Tapi satu hal yang ku yakini saat
itu adalah dia masih menyayangiku. Itu terbukti saat dia mengirim pesan. Dia masih
menggunakan kata yang sama, panggilan sayang untukku, nta. Meskipun dia bilang
salah tulis, aku tak percaya.
Sejak kejadian itu, udah gak ada lagi komunikasi. Tapi aku selalu
memberitahunya saat aku ganti nomor. Mungkin itu karena aku masih berharap bisa
kembali dengannya.
***
Kini semua berubah 180 derajat. Aku jadi mulai cuek gitu. Tiap ada
yang sms gak pernah ku tanggepin. Itulah kenapa gak ada lagi yang sms aku. Eh,
malah aku sering sms Rio..orang yang dulunya paling tak sebelin. Abis aku
denadam banget sih sama dia. Pernah ada kejadian dia bikin malu aku di depan
anak-anak cowok. Jadi, dulu tiap lihat wajahnya tuh sebel banget. Lha dia
sombong banget sih. Semakin hari semakin aku dekat sama Rio. Ngomong sama dia
itu enak, nyambung pula. Tiap ada masalah trus cerita sama dia bawaannya
langsung hepi. Berawal dari semua itu, mulai tumbuh perasaan lebih sekedar
teman.
Sekarang udah ulang tahun lagi. Rio yang pertama ngucapin jam 3 malam. Walaupun
Cuma sms ‘hbd’ doang, bagiku tetap aja berkesan. Hari ini aku janjian sama Rio
di taman. Katanya dia mau ngasih cord gitar lagu yang dia bikin. Ih..aku
bela-belain ngajak Nindy biar aku gak mati kutu pas ketemu dia.
“Val, kamu udah sms Rio belum
sih?” tanya Nindy.
“Ya aku gak mungkin sms dia dong,
ntar kesannya aku berharap banget dia datang,”jawabku.
Sudah hampir tiga jam aku dan Nindy menunggu. Rio tak kunjung datang.
Sedari tadi aku memperhatikan orang-orang di sekitar, tapi tak ku temui Rio di
antara mereka. Rio, mungkinkah kamu lupa? Mungkinkah kamu sengaja tak datang?
Lalu kenapa kamu bikin janji sama aku?
“Val, aku capek lho di sini mulu. Eh, katanya mau download lagunya Rio,”
sahut Nindy.
“Eh, iya,” aku baru teringat.
Akhirnya lagu Rio sudah ku miliki. Inilah pertama kalinya dengerin lagu
ini. Awalnya sih biasa, tapi aku terkesan. Entah bahasa inggrisnya Rio yang
aneh atau suaranya Rio yang khas, membuat lagu itu sangat bagus di telingaku. Tak
apalah, ini adalah hadiah terindah yang ku dapat, meski Rio tak datang.
***
Malam ini dinginnya teramat
menusuk tulangku. Tentunya menusuk hatiku juga. Aku bahkan baru sadar kalau aku
belum sempat berbuka, baru makan sebungkus roti. Sekarang jadi lemes deh, bukan karena puasa tapi
karena hati. Rio benar-benar lupa sama aku.
To: Rio
From : Valla
Kenapa kamu gak datang sih? Aku nunggu kamu hampir
tiga jam lho..aku kecewa
Entah sudah berapa kali aku memutar lagu Rio. Tak ada kata bosan
yang muncul dalam otakku. Saat dengerin lagu Rio itu seperti Rio nyanyi di depanku.
Sungguh romantis. Mulai mengkhayal lagi deh…
To: Valla
From: Rio
Maaf aku lupa
Sudah ku duga. Dia benar-benar
tak mengingat janji yang dia buat. Ini sudah sering terjadi. Aku sih gak bisa
marah. Aku sadar kalau aku ini bukan
siapa-siapa buat dia. Mendingan juga tidur biar bisa mimpiin Rio. Semoga kamu
mimpiin aku juga.
“If dreaming is the only
way to be with you,
Then I’ll never open my
eyes”
***
Hari itu adalah hari yang sangat
spesial. Rio datang ke sekolahku. Dia ingin memberi miniatur sepeda yang ia
beli waktu liburan ke Bandung. Itupun karena aku pernah bilang, ingin banget
punya miniatur vespa. Karena yang
dia beli hanya miniatur sepeda, ya itulah yang dia berikan. Miniatur apa aja
bolehlah asal dari Rio. Miniatur hatinya pun sangat boleh. Hhehe..
“Ini buat kamu,” dia menyerahkan padaku.
Aku menerimanya dengan senang hati. Seperti biasa, lidahku terasa kelu saat
di dekatnya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih, lalu berpaling. Padahal
dia menawari untuk pulang bareng. Harusnya aku tadi minta dianter aja biar bisa
pulang sama Rio. Ah, kesempatan hanya datang sekali dan terlewatkan.
Rio itu sosok yang misterius, sulit ditebak, dan membingungkan. Sekarang
ngomong a, ntar udah ganti ke b. Kalau smsan, aku udah nyiapin jawaban buat
bales smsnya, eh sms yang dia kirim selalu beda dari apa yang ku harapkan. Walaupun
dia cuek bebek gitu, dia perhatian juga sama aku. Waktu aku sakit cacar,
dia bahkan sampe cari obat alternatif buat nyembuhin penyakit cacar. So sweet
banget kan. Dia juga sering ngirim lirik-lirik lagu gitu. Ihh, Rio Rio Rio.
Aku tuh tak habis pikir,
bisa-bisanya aku sampai seperti ini. Aku menyayangi orang yang jelas-jelas tak
pernah mengungkapnya bagaimana perasaannya sama aku. Aku bahkan tak pernah tau
apa yang dia pikirkan. Dia selalu bilang, biarkan mengalir seperti air.
To: Valla
From: Bima
Semangat belajar ya!!
Bima datang lagi. Akhir-akhir ini
dia sering mengirim sms. Aku takut dia datang kembali.
Nindy pernah bilang
gini,”Orang lama itu lebih mudah masuk kembali daripada orang baru.”
Nindy juga pernah
bilang,”Cinta itu membuat cowok lemah di depan cewek yang dia sayang. Tapi cewek
akan kuat di depan cowok yang dia sayang.”
***
“Sebenarnya aku masih sayang sama
kamu,” Bima memulai pembicaraan.
“Maaf, Bim,” kataku.
“Aku ngerti kok. Kamu butuh
waktu. Apalagi dulu aku pernah nyakitin kamu. Aku akan nunggu jawaban kamu,
Val,” Bima tersenyum.
“Makasih ya udah mau ngertiin
aku,” lanjutku.
Aku bisa melihat wajah Bima. Meskipun dia bilang tak apa, ada rasa
kecewa di wajahnya. Aku bingung kenapa ini terjadi. Memang terkadang cinta itu
telat. Saat kita benar-benar menyayanginya, dia tak melihat kita. Akan tetapi,
saat rasa itu mulai menghilang, dia baru menyayangi kita.
Hari itu aku juga bertemu Rio. Entah kenapa dia berubah. Tak seperti biasa.
Bahkan dia begitu cuek, tak mau menatap mataku. Aku ingin mencari tau.
“Kamu kenapa sih?” tanyaku.
“Aku heran deh sama kamu, kok mau naggepin aku. Padahal cowok itu banyak
lho,” katanya.
“Cowok emang banyak, tapi yang
nyangkut di hati cuma satu,” sahutku.
“Harus gimana sih biar kamu bosan
sama aku?” tanyanya.
“Kamu pengen aku bosan sama
kamu?” aku balik bertanya.
“Iya,” dia menatapku.
Aku pergi dari hadapannya. Dia sungguh membuatku kecewa. Aku tuh gak pernah
berharap lebih. Cukup bisa berteman sama dia, itu sudah membuatku senang.
Mungkin aku memang sangat mengganggunya. Aku selalu membuatnya risih atas semua
yang ku lakukan. Aku bukan apa-apa untuknya.
***
***
“Aku capek,” kataku pada Nindy.
“Rio lagi?” tanyanya.
“Aku bingung. Bima atau Rio? Aku harus bagaimana?” aku bingung.
“Move on,” Nindy tegas.
Mungkin Nindy benar. Aku tak
pernah menjadi yang istimewa di hati Rio. Jangankan jadi pemeran utama, pemeran figuran pun takkan pernah. Begitu
burukkah aku di matanya? Selama ini dia tak pernah melihatku. Aku yang terlalu
berharap saja, berharap dia melihat perasaanku.
Aku berada dalam persimpangan. Harus ke kanan atau ke kiri. Harus memilih
masa lalu atau saat ini. Harus memilih orang menyayangi atau disayangi. Akankah
memilih Bima yang dulu pernah melukai hatiku? Ataukah Rio yang selalu membuat
hatiku terluka? Ya Allah, beri aku petunjuk.
“Kamu harus bisa tegar, jangan galau gini,” kata Nindy.
“Iya, Nindy. Makasih ya kamu selalu setia dengerin curhatanku,” aku tersenyum
padanya.
***
“Bim, maaf ya. Sekeras apapun aku mencoba untuk menyayangi kamu lagi, aku
tak bisa,” kataku.
“Aku ngerti kok. Perasaan itu gak bisa dipaksa. Aku senang bisa
mengenalmu,” Bima tersenyum.
“Makasih ya. Aku juga senang bisa kenal kamu,” sahutku.
Aku mulai menjalani semua sendiri. Aku tak pernah lagi berkomunikasi dengan
Bima. Rio pun seakan menghilang dari kehidupanku. Tak ada lagi sms darinya. Aku
tak pernah lagi melihat senyumnya.
Aku selalu menyebut namanya di setiap sujudku. Aku selalu berdoa untuk yang
terbaik. Ya Allah, jika Rio yang terbaik untukku, dekatkanlah aku dengannya.
Jika dia bukan yang terbaik untukku, hapuslah perasaan ini, ubahlah menjadi
pertemanan. Aku harap Rio baik-baik dimanapun dia berada.
***
Tiga bulan kemudian…
Aku dan Nindy pergi ke sebuah
mall untuk merayakan kelulusan kami. Aku dan Nindy begitu senang. Akhirnya
setelah bersusah-susah menghadapi tegangnya menjelang ujian. Senang juga rasanya karena hasil ujian kami
memuaskan.
“Val, itu Rio kan,” Nindy menunjuk ke tempat Rio berada.
Sepertinya Rio mengetahui keberadaanku. Rio berjalan ke arahku.
“Hey, Val. Lama tak jumpa. Gimana kamu, baik?” tanyanya.
“Iya, seperti yang kamu lihat. Kamu gimana?” tanyaku balik.
“Selalu baik,” jawabnya.
“Rio, aku sama Nindy duluan ya. Bye,” aku tersenyum.
“Bye,” Rio membalas.
Aku dan Nindy pergi.
Rio, aku tak mau berusaha melupakanmu. Biarlah waktu yang akan menjawab
semua. Atau mungkin waktu yang akan menghapus semua. Aku percaya rezeki dan
jodoh itu tak mungkin tertukar. Allah telah mengatur yang terbaik untukku. Jika
kamulah orangnya, kamu akan datang padaku dengan sendirinya. Jika bukan kamu,
aku cukup sadar bahwa perasaan tak bisa dipaksa. Well, aku berharap aku
dan kamu mendapat yang terbaik.
===The End===
No comments:
Post a Comment