A. Pengertian
Cooperative Learning
Menurut Slavin
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara
berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh
guru.Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan
kepada siswa agar
bekerja sama selama
proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl
dalam Isjoni (2009:15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan belajar siswa
lebih baik dan
meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Menurut Kagan,
terdapat empat prinsip dasar model CL, yakni:(1) Interaksi yang simultan; (2)
Saling ketergantungan antar anggota; (3) Tiap individu memiliki tanggungjawab
terhadap kelompok; dan (4) Peranserta anggota yang seimbang.
Menurut pendapat
Slavin, model CL meliputi tiga konsep utama yaitu : (1) Pengakuan kelompok (Team
recognition); (2) Tanggungjawab individu; dan (3) Keseimbangan peluang
untuk meraih sukses bersama.
Sedangkan menurut
Johnson, model CL terdapat lima prinsip dasar, terdiri : (1) Menumbuhkan
semangat saling ketergantungan; (2) Tanggung-jawab individual; (3) Bekerja
dalam kelompok (group processing); (4) Tumbuh kecakapan sosial dan
bekerjasama; dan (5) Terjadi interaksi antar anggota secara langsung.
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Metode Cooperative
Learning dibangun atas
dasar Konstruktivis Sosial dari Vygotsky, teori Konstruktivis Personal dari Piaget
dan Teori Motivasi.
Menurut prinsip utama
teori Vygotsky, perkembangan pemikiran
merupakan proses sosial sejak
lahir. Anak dibantu
oleh orang lain
(baik orang dewasa maupun
teman sebaya dalam
kelompok) yang lebih
kompeten didalam ketrampilan dan teknologi dalam kebudayaannya. Bagi
Vigotsky, aktivitas kolaboratif
diantara anak-anak akan mendukung pertumbuhan
mereka, karena anak-anak
yang sesuai lebih senang bekerja
dengan orang yang satu zone (Zone of Proximal
Development, ZPD) dengan
yang lain. Pada pandangan ini,
bahwa kepribadian atau
kejiwaan dari pada peserta
diteropong secara keseluruhan,
artinya bagian atau elemen
kejiwaan tidak berdiri
sendiri, melainkan terorganisir menjadi suatu keseluruhan.
Oleh sebab itu,
tidak mengherankan dalam pembelajaran Cooperative Learning
sangat mengutamakan keseluruhan (holistik) dari pada bagian kecil
dalam proses pembelajaran yang mengutamakan kerja kelompok.
Secara sederhana
teori Konstruktivisme itu
beranggapan bahwa pengetahuan merupakan
konstruksi dari mengetahui sesuatu. Pengetahuan
kita bukanlah suatu
fakta yang tinggal ditemukan, melainkan
suatu perumusan atau
formulasi yang diciptakan oleh
seseorang yang mempelajarinya. Teori Konstruktivisme tidak
bertujuan mengerti tentang
realitas, tetapi lebih hendak
melihat bagaimana suatu proses, dalam hal ini
adalah pembelajaran, dari
tidak mengetahui menjadi mengetahui sesuatu
tersebut. Maka dalam
pandangan ini belajar merupakan suatu
proses aktif dari peserta didik untuk mengkonstruksi makna,
pengalaman fisik dan sebagainya.
Sedangkan Piaget
juga melihat pentingnya
hubungan sosial dalam membentuk
pengetahuan. Interaksi kelompok berbeda secara kualitatif dan juga
lebih kuat dari pada interaksi orang
dewasa dan anak-anak
dalam mempermudah
perkembangan kognitif. Posisi
teori Piaget dalam
belajar kooperatif ditujukan terutama
kepada siswa yang berkemampuan tinggi
agar mampu membangun
pengetahuan sendiri melalui
interaksi dengan lingkungan.
Sebab, lingkunganinsani maupun
lingkungan physik merupakan
sumber yang berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik. Dengan demikian
ia mampu menjadi perancah (scaffolding) bagi teman-temannya yang lain.
Menurut teori motivasi
yang dikemukakan oleh
Slavinbahwa motivasi belajar
pada pembelajaran kooperatif
terutama difokuskan pada penghargaan
atas struktur tujuan
tempat peserta didik beraktivitas. Menurut pandangan ini, memberikan
penghargaan kepada kelompok
berdasarkan penampilan
kelompok akan menciptakan
struktur penghargaan antar perorangan di
dalam suatu kelompok
sedemikian hingga anggota
kelompok itu saling memberi penguatan sosial
sebagai respon terhadap upaya-upaya
berorientasi kepada tugas kelompok.
B. Tujuan Cooperative
Learning
Tujuan
Cooperative Learning berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem
kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang
lain. Sedangkan tujuan dari Cooperative Learning adalah menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 1994).
Model
Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.
Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting
lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas-tugas akademik.
2.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas
sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Cooperative Learning memberi peluang
bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah,
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C. Unsur-unsur
Cooperative Learning
Roger dan David
(Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar
kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima
unsur dalam model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban
kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok.
Kedua, menjamin semua
anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang
ditugaskan tersebut.
2.
Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul
jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhasilan kelompok.
Tujuan pembelajaran kooperatif
adalah membentuk semua
anggota kelompok menjadi
pribadi yang kuat.
Tanggungjawab perseorangan adalah kunci
untuk menjamin semua anggota
yang diperkuat oleh kegiatan
belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok
belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang
sama.
3. Face to face promotive interaction
(interaksi promotif)
Unsur
ini penting karena
dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri–ciri interaksi
promotif adalah saling membantu secara efektif danefisien, saling memberikan
informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama
secara lebih efektif
dan efisien, saling
mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan
argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling
percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4.
Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan
siswa dalam pencapaian
tujuan siswa harus adalah
saling mengenal dan
mempercayai, mampu berkomunikasi
secara akurat dan tidak ambisius, saling
menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara
konstruktif.
5. Group processing (pemrosesan
kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui
pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok.
Siapa di
antara anggota kelompok
yang sangat membantu dan
siapa yang tidak
membantu. Tujuan pemrosesan
kelompok adalah meningkatkan efektivitas
anggota dalam memberikan
kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif
untuk mencapai tujuan
kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil
dan kelas secara keseluruhan.
D. Ciri-ciri
Cooperative Learning
Isjoni (2009:
27) memaparkan beberapa
ciri-ciri pembelajaran kooperatif
yaitu sebagai berikut :
1.
setiap anggota memiliki peran;
2.
terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
3.
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya
dan juga teman-teman sekelompoknya;
4.
guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan
5.
guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
E.
Langkah-langkah Cooperative Learning
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113), yaitu:
Fase
|
Perilaku Guru
|
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa
|
Menyajikan
informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa
|
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru
menginformasikan pengelompokan siswa
|
Membimbing
kelompok belajar
|
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam
kelompokkelompok belajar
|
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
pembelajaran yang telah disampaikan
|
Memberikan penghargaan
|
Guru
memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok
|
F.
Manfaat Cooperative Learning
Sadker (Miftahul,
2011: 66) menjabarkan
beberapa manfaat pembelajaran
kooperatif. Selain itu, meningkatkan
keterampilan kognitif dan afektif
siswa, pembelajaran kooperatif
juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut
ini:
1.
siswa yang diajari
dengan dan dalam
struktur-struktur kooperatif akanmemperoleh hasil pembelajaran yang lebih
tinggi;
2.
siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif
akan memiliki sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar
untuk belajar;
3.
dengan
pembelajaran kooperatif, siswa
menjadi lebih peduli
pada teman-temannya, dan di antara mereka
akan terbangun rasa
ketergantungan yang positif (interdependensi
positif) untuk proses belajar mereka nanti;
4.
pembelajaran
kooperatif meningkatkan rasa
penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari
latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.
G. Kelebihan dan
Kekurangan Cooperatif Learning
Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan model
pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.
Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan
demokratis.
2.
Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki
oleh siswa.
3.
Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan
keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di
masyarakat.
4.
Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek
belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
5.
Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari
tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi
kesuksesan kelompoknya.
6.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami
pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih
bermakna bagi dirinya.
Kelemahan
penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah
yaitu:
1.
Bisa menjadi tempat mengobrol atau gossip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat
menjadi tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak
mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau
bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar
menjadi sia-sia.
2.
Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini sering
berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar
kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit mendiskusikan
bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini,
maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
3.
Bisa terjadi kesalahan kelompok
Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu
konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu
salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap
anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru
dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk
pendalaman.
H. Tipe-tipe
Cooperative Learning
1. Student Teams-Achievement
Divisions (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim
belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan
pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan
STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan
presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin ada lima komponen
utama dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
a.
Tahap Penyajian Materi
Pada
tahap ini, guru mulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus
serta memotivasi rasa keingintahuan peserta didik mengenai topik/materi yang
akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi yang bertujuan
mengingatkan peserta didik terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari agar
peserta didik dapat menghubungkan meteri yang akan diberikan dengan pengetahuan
yang dimiliki. Teknik penyajian materi pelajaran dapat
dilakukan dengan cara klasikal ataupun melalui diskusi. Mengenai lamanya
presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung kepada kekompleksan
materi yang akan dibahas.
b.
Tahap kerja kelompok
Pada tahap ini
peserta didik diberikan lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam
kerja kelompok ini, peserta didik saling berbagi tugas dan saling membantu
penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan
dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap
ini guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
c.
Tahap Tes Individual
Untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang akan dicapai diadakan tes
secara individual mengenai materi yang telah dibahas, tes individual biasanya
dilakukan setiap selesai pembelajaran setiap kali pertemuan, agar peserta didik
dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja
dalam kelompok Skor perolehan individu ini dikumpulkan dan diarsipkan untuk
digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
d.
Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Skor
perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal. Perhitungan skor
perkembangan individu dimaksudkan agar peserta didik terpacu untuk memperoleh
prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
Berikut ini
adalah pedoman pemberian skor perkembangan individu.
Skor Tes
|
Poin
Kemajuan
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
|
5 poin
|
10 – 1 poin di bawah skor awal
|
10 poin
|
Skor awal sampai 10 poin di atasnya
|
20 poin
|
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
|
30 poin
|
Kertas jawaban sempurna (terlepas
dari skor awal)
|
30 poin
|
e.
Tahap Penghargaan Kelompok
Pada tahap
ini perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing
skor perkembangan individu kemudian dibagi sesuai jumlah anggota kelompoknya.
Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan rata-rata, penghargaan
dikategorikan kepada kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.
Slavin
mengemukakan kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan
terhadap kelompok yaitu:
Rata-rata
Kelompok
|
Penghargaan
|
15 poin
|
Tim Baik
|
16 poin
|
Tim Sangat
Baik
|
17 poin
|
Tim Super
|
Langkah-langkah
cooperative learning dengan tipe STAD yaitu sebagai berikut:
a.
Membentuk kelompok yang
anggotanya 4 atau 5 orang secara
heterogen (menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
b.
Guru menyajikan pelajaran
c.
Guru memberi tugas kepada kelompok
untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti
dapat menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d.
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
e.
Memberikan penghargaan kelompok
f.
Penutup
2. JIGSAW
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang
lain (Arends, 1997)..
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw 6
Pada model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok
asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan,
asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan
gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan
mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan
topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah cooperative
learning tipe jigsaw yang diadopsi dari Aronson (2010) adalah sebagai berikut.
Tahapan
|
Kegiatan
|
|
Pertama
|
Membentuk kelompok Jigsaw/kelompok asal yang
heterogen
|
Guru membagi siswa dalam kelompok asal yang
berjumlah 4-6 orang
|
Kedua
|
Membagikan tugas atau materi
|
Guru membagi pelajaran yang akan dibahas ke
dalam 4-6 bagan. Siswa membagi tugas atau materi yang berbeda pada tiap siswa
dalam tiap kelompok
|
Ketiga
|
Membentuk kelompok ahli
|
Siswa darimasing-masing kelompok jigsaw/asal
bergabung denga siswa lain yang memiliki segmen
|
keempat
|
Diskusi kelompok ahli
|
Siswa berdiskusi dalam kelompok berdasarkan
kesamaan materi masing-masing siswa
|
Kelima
|
Diskusi kelompok jigsaw/asal
|
Siswa kembali ke kelompok asalnya
masing-masing dan bergiliran mengajarkan materi kepada anggota yang lain
|
Keenam
|
Evaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap
materi.
|
Guru melakukan penilaian untuk mengukur hasil
belajar siswa secara individu mengenai seluruh pembahasan
|
Hubungan antara kelompok asal
dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 2001). Untuk pelaksanaan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkahlangkahpokok sebagai
berikut;
1.
tahap 1:
bahan ajar
guru memilih satu bab dalam buku ajar,kemudian
membagi bab tersebut menjadi bagian-bagian sesuai dengan jumlah anggota
kelompok. Setiap anggota kelompok bertemu dengan ahli dari kelompok lain dalam
kelas.
2.
tahap2:
diskusi ahli
kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar
satu kali pertemuan untuk mendiskusikan topik yang ditugaskan
3.
tahap 3:
pelaporan dan pengetasan
masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke
kelompok kecil masing-masing.masing-masing anggota kelompok mengajarka topik ke
anggota kelompok lainnya dalam kelompok.setelah diskusi kelompok. Guru
menjelaskan tes yang mencakup materi satu bab penuh, dalam waktu tak lebih dari
15 menit.
4.
tahap 4:
tahap penghargaan
merupakan tahap yang mampu mendorong siswa
untuk lebih kompak. pada tahap ini guru mengapresiasi kinerja kelompok, maupun kinerja
individu yang luar biasa.
Adapun rencana pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara instruksional sebagai berikut (Slavin,
1995):
a.
Membaca:
siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan
informasi.
b.
Diskusi
kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu untuk
mendiskusikan topik tersebut.
c.
Diskusi
kelompok: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada
kelompoknya.
d.
Kuis: siswa
memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
e.
Penghargaan
kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Menurut Koes (2003: 79), model cooperative learning tipe
jigsaw memiliki dua dampak sekaligus pada diri siswa, yaitu dampak
instruksional, dan dampak sertaan.
Wardani (2002: 87) menguraikan beberapa kelebihan model
pembelajaran tipe jigsaw, yaitu:
1.
lebih aktif dan saling memberikan pendapat (sharing
ideas), karena suasana belajar lebih kondusif, baru, dan adanya penghargaan
yang diberikan kelompok,maka masing-masing kelompok berkompetisi untuk mencapai
prestasi.
2.
Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial
dengan temannya.
3.
Siswa lebih
aktif dan kreatif, serta memiliki
tanggungjawab secara individual.
Selain memiliki
beberapa kelebihan di atas, medol cooperative learning tipe jigsaw juga
memiliki beberapa kelemahan,seperti yang diutarakan oleh Wardani (2002:
87diutarakan oleh Wardani (2002: 87), yaitu:
1. Terdapat
kelompok siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat atau bertanya, sehingga
kelompok tersebut dalam diskusi menjadi kurang hidup.
2.
Memerlukan waktu
yang relatif cukuplama dan persiapan yang matang.
Selain Wardani,
Kurnia (2005: 43) memaparkan beberapa kelemahan model cooperative learning tipe
jigsaw,yaitu:
1.
Siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran tipe
jigsaw, sehingga proses pembelajaran menjadi kurang maksimal.
2. Alokasi
waktu kurang mencukupi.
3. Masih
ada siswa yang kurang bertanggungjawab, sehingga pelaksanaan model ini menjadi
kurang efektif.
4.
Kebiasaan adanya pembicaraan yang didominasi oleh
seseorang.
3. Model Pembelajaran Team Assisted
Individualization (TAI)
Team Assisted
Individualization (TAI) memiliki dasar pemikiran yaitu
untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan
kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Team Assisted
Individualization (TAI) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model
pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5
siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara
individu bagi siswayang memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan
para siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa
sosial yang tinggi. (Suyitno, 2007: 10).
Model
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Robert E. Slavin dalam
karyanya Cooperatine Learning: Theory, Researchand Practice. Slavin (2005:
187) memberikan penjelasan bahwa dasar pemikiran di balik individualisasi
pembelajaran adalah bahwa para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan,
kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah
pelajaran kepada bermacam-macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa
yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut dan
akan gagal memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa lainnya mungkin malah
sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya dengan sangat cepat sehingga
waktu pembelajaran yang dihabiskan bagi mereka hanya membuang waktu. Tentang
manfaat dirancangnya TAI dalam pembelajaran adalah sebagai tambahan terhadap
penyelesaian masalah manajemen dan motivasi dalam program-program pembelajaran
individual. TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari
potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif.
Tipe ini mengkombinasikan keunggulan model
pembelajarankooperatif dan model pembelajaran individual, model pembelajaran
inidirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual,
olehkarena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan
masalah. Ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah:
1.
setiap siswa secara individual belajar model pembelajaran
yang sudahdipersiapkan oleh guru.
2. Hasil
belajar individual dibawa ke kelompokkelompokuntuk didiskusikan dan saling
dibahas oleh anggota kelompok,
3. semua
anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhanjawaban sebagai tanggung
jawab bersama.
Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen. Kedelapan
komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teams, yaitu
pembentukankelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa,
2. PlacementTest, yakni pemberian
pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilaiharian siswa agar guru
mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu,
3. Student Creative, melaksanakan
tugas dalam suatu kelompok denganmenciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan ataudipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya,
4. Team Study, yaitutahapan tindakan
belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan gurumemberikan bantuan secara
individual kepada siswa yang membutuhkannya,
5. Team Scores and Team Recognition,
yaitupemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian
kriteriapenghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang
danmemberikan dorongan semangat kepada kelompok yang dipandang kurangberhasil
dalam menyelesaikan tugas,
6. Teaching Group, yaknipemberian
materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok,
7. Facts Test, yaitu pelaksanaan
tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, dan
8. Whole-Class Units, yaitu pemberian
materikembali di akhir waktu pembelajaran oleh guru dengan strategi
pemecahanmasalah.
Pembelajaran
Team Assisted Individualization (TAI) adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan, aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsurpermainan dan reinforcement. Aktivitas
belajar dalam model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)
melibatkan pengakuan tim dan tanggungjawab kelompok untuk pembelajaran individu
anggota. (Suyitno, 2007: 20). Dalam
pembelajaran TAI memiliki beberapa langkah yaitu:
1. Guru
memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materipembelajaran secara
individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2. Guru
memberikan kuis secara individual kepada siswa untukmendapatkan skor dasar atau
skor awal.
3. Guru
membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkatkemampuan (tinggi, sedang, rendah)
jika mungkin anggota kelompokberasal dari ras, budaya, suku yang berbeda-beda
serta kesetaraangender.
4. Hasil
belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok.Dalam diskusi
kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksajawaban teman satu kelompok.
5.
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan,dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang
telahdipelajari.
6. Guru
memberikan kuis kepada siswa secara individual.
7. Guru
memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehannilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis.
Team
Assisted Individualization (TAI) mempunyai sebuah siklus yang
teratur sebagai petunjuk kegiatan sebagai berikut:
1. Tes
Penempatan
Tes penempatan
merupakan langkah dalam pembelajaran TAI yangmembedakannya dengan model-model
pembelajaran yang lain. Padatahap ini guru akan memberikan tes awal sebagai
pengukur untukmenempatkan pada kelompoknya. Anak yang mempunyai nilai
tinggidalam tes penempatannya akan dikelompokkan dengan anak yangsedang dan rendah,
sehingga kelompok yang terbentuk merupakankelompok yang heterogen tingkat
kemampuannya.
2. Pembentukan
kelompok.
Kelompok ini
terdiri dari 4-5 siswa yang dipilih berdasarkan tes penempatan.
3. Belajar
Secara Individu
Setiap siswa bertanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas yangdiberikan oleh guru secara individu.
4. Belajar
Kelompok
Masing-masing siswa saling mengoreksi
hasil pekerjaan teman satukelompoknya dan mencari penyelesaian yang benar.
5. Perhitungan
Nilai Kelompok
Perhitungan nilai kelompok dilaksanakan
setelah para siswa diberikantes akhir, masing-masing siswa mengerjakan tes
secara individukemudian nilainya akan dirata-rata menurut kelompoknya, nilai
itulahyang menjadi nilai kelompok.
6. Pemberian
Penghargaan Kelompok
Kelompok dengan nilai tertinggi pada setiap
akhir siklus akanmendapatkan penghargaan, penghargaan ini bisa berupa
pemberiansertifikasi, hadiah, atau pujian.
Pada
dasarnya model TAI ini lebih menekankan pada evaluasi siswa, setiap peseta
didik mengerjakan tugas secara individu pada saat evaluasi, tetapi nilainya
akan disumbangkan untuk kelompok. (Slavin,
2005: 199).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari model
pembelajaran TAI diantaranya:
1.
Mengurangi
kecemasan (reduction of anxiety).
2.
menghilangkan perasaan “terisolasi” dan panik.
3.
menggantikan
bentuk persaingan (competition) dengan salingkerjasama (cooperation).
4.
Melibatkan siswa
untuk aktif dalam proses belajar.
5.
Belajar melalui
komunikasi (learning through communication),seperti:
a. mereka
dapat berdiskusi (discuss), berdebat (debate), ataumenyampaikan
gagasan, konsep dan keahlian sampai benarbenarmemahaminya.
b. Mereka
memiliki rasa peduli (care), rasa tanggungjawab (takeresponsibility)
terhadap teman lain dalam proses belajarnya.
c. Mereka
dapat belajar menghargai (learn to appreciate)perbedaan etnik (ethnicity),
perbedaan tingkat kemampuan(performance level), dan cacat fisik (disability).
d. Dengan
pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapatbelajar bersama, saling
membantu, mengintegrasikan pengetahuanbaru dengan pengetahuan yang telah ia
miliki, dan menemukanpemahamannya sendiri lewat eksplorasi, diskusi,
menjelaskan,mencari hubungan dan mempertanyakan gagasan-gagasan baruyang muncul
dalam kelompoknya.
Beberapa kelemahan dari model pembelajaran TAI
diantaranya:
1.
Terhambatnya cara berpikir siswa yang mempunyai
kemampuanlebih terhadap siswa yang kurang.
2. Memerlukan
periode lama.
3. Sesuatu
yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnyadicapai siswa.Bila kerjasama
tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka yangakan bekerja hanyalah beberapa murid
yang pintar dan yang aktifsaja.
4.
Siswa yang pintar akan merasa keberatan karena nilai
yangdiperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapain kelompok.
4. TGT (Teams Games Tournament)
TGT adalah salah
satu tipepembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompokbelajar yang berangggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan,jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda. Dengan
adanya heterogenitas anggota kelompok,diharapkan dapat memotifasi siswa untuk
saling membantuantar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Guru menyajikan materi,
dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok
guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan
bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang
tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab
untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan
tersebut kepada guru. Akhirnya untukmemastikan bahwa seluruh anggota kelompok
telah menguasai pelajaran, makaseluruh siswa akan diberikan permaian akademik.
Menurut Slavin (Rusman,2012:225) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari
lima langkah tahapan,yaitu tahap penyajian kelas (class presentasion),
belajar dalam kelompok (teams),permainan (games), pertandingan (tournament),
dan penghargaan (teamrecognition).
Langkah-langkahpembelajaranmenggunakan
model TGT dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1.
Guru
menyampaikan materi pembelajaran kesiswa secara klasikal (paling sering menggunakan
model pembelajaran langsung).
2.
Guru membagi
siswa kedalam beberapa kelompok (setiap Kelompok terdiri dari 4–6 siswa yang
heterogen, baik dari segi kemampuan, agama, jenis kelamin atau lainnya)
3.
Dilanjutkan diskusi kelompok untuk penguatan materi (saling membantu untuk memperdalam materi yang sudah diberikan)
4.
Guru
meminta masing-masing kelompok untuk mengirimkan wakil-wakilnya duduk dalam setiap
meja turnamen guna bertanding melawan anggota kelompok lainnya.
Komposisi setiap meja turnamen dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
Perangkat tournamen:
–
Satu set lembar tournament (soal dan jawaban)
–
Satu set skortournamet
–
Satu set kartunomor yang bersesuaian dengan nomor soal
Pelaksanaan tournament
a.
Melakukan drawing kartu untuk menentukan pembaca pertama (pembaca pertama adalah yang memperoleh nomor terbesar)
b.
Pembacapertamamengocokkartu-kartudanmengambilkartuteratas
c.
Pembacamembacadengankerassoalsesuaidengannomor yang terambil
d.
Kesempatan
pertama menjawab soal kuis turnamen diberikan kepada pembaca, selanjutnya
giliran menjawab bagi anggota kelompok yang lain searah putaran jarum jam.
siswa yang ada di sebelah kiri atau kanannya(penantang pertama) punya opsi
untuk menantang dan memberikan jawaban yang berbeda. Kalautidakmenjawabbolehdiliwati.
e.
Penantang kedua boleh menantang kalau mempunyai
jawaban yang berbeda, kalau tidak menantang boleh melewatinya. Akan tetapi,
penantang harus hati-hati karena mereka harus mengembalikan kartu yang telah
dimenangkan ke dalam kotak (jika ada) apabila jawaban mereka salah.
f.
Jikasemuapenantangtelahlewatpenantangkeduamengecekjawabandanmembacanyadengankeras.
Pembacaataupenantang yang memperolehjawaban yang benardapatmenyimpankartunya.
g.
Putaranberikutnya, posisinyaberubah,
penatangpertamamenjadipembaca, penantangkedua, menjadipenantangkedua.
h.
Kegiataninidilakukansampaikartu di mejahabis
i.
Skorindividudiperolehdaribanyaknyakartu yang diperoleh.
5.
Guru member
penghargaan pada kelompok berdasarkan jumlah dari hasil perolehan skor darimasing-masing
meja turnamen.
3. Group Investigation
a. Hakikat
Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation
Dalam pandangan Tsoi, Goh, dan Chia (Aunurrahman, 2010: 151), model
investigasi kelompok secara filosofis beranjak dari paradigma konstruktivis,
dimana terdapat suatu situasi yang di dalamnya. Siswa berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan pekerjaan
secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah, merencanakan,
mempresentasikan, serta mengevaluasi kegiatan mereka. Model investigasi
kelompok sesuai untuk merespon kebutuhan siswa dalam mengembangkan kemampuan
belajar kolaborasi melalui kerja kelompok, dimana kemampuan tersebut diperoleh
dari pengalaman masing-masing siswa.
Group Investigationyang dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan “Model ini
didasari oleh proses demokratis dan pengambilan keputusan secara berkelompok.
Guru berperan membantu siswa menyusun rencana, melaksanakan rencana,
dan mengatur kelompok, serta berfungsi sebagai konselor akademik” (Suprihadi
Saputro, 2000: 129).
The Network Scientif Inquiri
Resources and Connections (Aunurrahman, 2010: 151) melalui pembahasannya
mengungkapkan bahwa Group Investigation
is an organizational medium for encouraging and guiding students’ involvement
in learning. Student actively share in influencing the nature of events in
their classroom. By communicating freely and cooperating in planning and
carrying out their chosen topic of investigation, they can achieve more than they
would as individuals. The final result of the group’s work reflect each members
contribution, but it is intellectually richer than work done individually by
the same student. Makna dari pembahasan tersebut menyatakan bahwa
investigasi kelompok merupakan media organisasi untuk mendorong dan membimbing
keterlibatan siswa dalam belajar. Siswaterlibat aktif dalam berbagai peristiwa
di kelas. Mereka berkomunikasi secara bebas dan bekerjasama dalam merencanakan
dan melaksanakan topik yang mereka pilih untuk penyelidikan, mereka dapat
mencapai hal yang lebih dari mereka yang melakukannya secara individu. Hasil
kerja kelompok mencerminkan kontribusi masingmasing anggota,tetapi secara
intelektual lebih kaya dari kerja yang dilakukan secara individual oleh siswa yang
sama.
Menurut Miftahul Huda (2011: 16), “Group Investigation diklasifikasikan
sebagai metode investigasi kelompok karena tugastugas yang diberikan sangat
beragam, mendorong siswa untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi dari
beragam sumber, komunikasinya bersifat bilateral dan
multilateral, serta penghargaan yang diberikan sangat implisit”. Dalam model
group investigation, siswa memiliki pilihan penuh untuk merencanakan apa yang
dipelajari dan diinvestigasi. Siswa dibentuk dalam kelompokkelompok kecil
secara heterogen dan masingmasing kelompok diberi tugas dengan proyek yang
berbedabeda.
Berdasarkan pada pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model
cooperative learningtipe group investigation merupakan model pembelajaran
kooperatif yang melibatkan siswa secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran
mulai dari merencanakan topiktopik yang akan dipelajari, bagaimana melaksanakan
investigasinya, hingga melakukan presentasi kelompok dan evaluasi. Model ini
menekankan pada partisipasidan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahanbahan yang tersedia,
misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Dalam
menerapkan model investigasi kelompok pada pembelajaran diperlukan keterampilan
berkomunikasi yang baik antar siswa untuk memperlancar jalannya proses
kelompok, sehingga sebelum melakukan investigasi kelompok guru diharapkan
memberikan pelatihanpelatihan berkomunikasi kepada siswa. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Nur Asma (2006: 61) bahwa “keberhasilan pelaksanaan Investigasi
Kelompok sangat tergantung dengan latihanlatihan berkomunikasi dan berbagai
keterampilan sosial lain yang dilakukan sebelumnya”.
b. Ciri-Ciri
Model Cooperative LearningTipe Group Investigation
Killen (Aunurrahman,
2010: 152) memaparkan ciri esensial investigasi kelompok adalah sebagai
berikut.
a.
Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru.
b.
Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan.
c.
Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk
mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan.
d. Siswa akan
menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar.
Dalam model cooperative learnnig tipe group
investigation memiliki cirri-ciri yang
membedakan dari pembelajaran kooperatif yang lain seperti yang telah
diungkapkan di atas. Dalam penelitian ini, cirri-ciri model
cooperative learnnig tipe group investigation pada pembelajaran
IPA materi
“Perkembanagn Teknologi” yaitu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok belajar
dengan topik yang berbeda-beda
sehingga siswa bersama kelompoknya masing-masing
melakukan kerjasama untuk menyelesaikan tugas kelompok. Selanjutnya dalam penelitian ini kegiatan yang dilakukan
siswa lebih fokus pada upaya menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan yaitu
bagaimana kelompok menyelesaikan tugas yang ada dalam kelompoknya, sumber apa
saja yang akan dugunakan (misalnya buku-buku penunjang, Koran-koran, dan orang
yang bisa dijadikan 17 sumber belajar), dan kemudian siswa secara
aktif melakukan berbagai kegiatan dalam upaya untuk menyelesaikan tugas
kelompok.
Dalam
pembelajaran IPA yang menerapkan model cooperative learning tipe group
investigation menekankan pada kegiatan belajar siswa untuk mengumpulkan
sejumlah data dari berbagai sumber yang ada dilngkungan sekitar siswa, kemudian
setelah memperoleh informasi siswa berkumpul lagi untuk melakukan diskusi
bersama anggota kelompoknya dan berbagi pendapat maupun berbagi pengetahuan
mengenai masalah yang dikaji, dan kemudian menganalisis informasi-informasi
tersebut sehingga pada akhirnya mencapai beberapa kesimpulan. Selanjutnya dalam
menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing kelompok memiliki cara yang berbeda-beda,
selain itu model cooperative learning tipe group investigation menuntut siswa
untuk belajar secara mandiri dimana siswa juga membangun dan mengkontruksi
pengetahuan dengan caranya sendiri. Hal ini berarti siswa menggunakan
pendekatan yang beragam dalam belajar.
c. Prinsip
Model Cooperative LearningTipe Group Investigation
Dalam proses
pembelajaran yang menerapkan model cooperative learning tipe group
investigation, peran seorang guru atau pengajar adalah sebagai pembimbing dalam
pelaksanaan proses pembelajaran dan sebagai konselor maupun konsultan dalam
membantu mencarikanjalan keluar dari masalah-masalah yang
dihadapi oleh siswanya. Menurut Udin S.
Winataputra mengungkapkan (2001: 3637) bahwa dalam kerangka ini pengajar
seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok melalui tiga tahap
yaitu sebagai berikut.
a.
Tahap pemecahan masalah.
b.
Tahap pengelolaan kelas.
c.
Tahap pemaknaan secara perorangan.
Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses
menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Dalam pembelajaran IPA ini
mengkaji materi mengenai “Perkembangan Teknologi”. Masing-masing
kelompok fokus pada subtopik yang menjadi bagian dari kelompoknya. Misalnya
kelompok yang mendapat subtopik tentang teknologi produksi bahan makanan pada
masa lalu akan membahas dan mencari informasi yang terkait masalah tersebut.
Selanjutnya bagaimana masing-masing
kelompok melakukan upaya untuk mencari pemecahan dari masalah yang ada dalam
kelompoknya.
Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses
menjawab pertanyaan, informasi apa saja yang diperlukan, bagaimana
mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi itu.Pada tahap ini
masingmasing kelompok melakukan perencanaan kelompok yang berkaitan dengan
bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ada dalam kelompoknya, kemudian
informasi apa saja yang akan digunakan dimana informasi tersebut dapat
diperoleh di lingkungan sekitar ssiwa.
Tahap pemaknaan secara perorangan berkenaan dengan
proses pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulanyang dibuatnya, dan
apa yang membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut. Setelah memperoleh informasi dari berbagai sumber langkah
selanjutnya adalah melakukan diskusi, menganalisis dan menyimpulkan. Karena
dalam model cooperative learningtipe group investigation siswa membangun
pengetahuannya sendiri melalui belajar dalam kelompok, sedangkan guru hanya
sebagai fasilitator dan membimbing siswanya maka pengetahuan yang diperoleh
siswa akan lebih bermakna, dan siswa dapat memperoleh pengalaman yang lebih melalui
proses belajarnya daripada siswa yang belajar secara individual.
d. Langkah-Langkah
Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation
Menurut
Sharan, dkk. (Trianto, 2010: 80), membagi langkah-langkah
pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) fase yaitu sebagai
berikut.
a. Memilih topic
Siswa
memilih sub-sub topik
tertentu dalam bidang bidang permasalahan umum tertentu, yang biasanya
diterangkan oleh guru. Siswa kemudian
diorganisasikan kedalam kelompok-kelompok kecil berorientasi tugas yang
beranggota dua sampai enam orang. Komposisi kelompoknya heterogen baik
secara akademis maupun etnis.
b. Perencanaan
kooperatif.
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus
yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
c. Implementasi.
Siswa
menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan
pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas
dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenisjenis sumber yang berbeda baik di
dalam maupun di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan menawarkan bantuan bila dibutuhkan.
d. Analisis dan
sintesis.
Siswa
menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara
yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh sekelas.
e. Presentasi
hasil final.
Beberapa
atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik
kepada seluruh kelas,dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu
sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik
itu.Presentasi dikoordinasi oleh guru.
f. Evaluasi.
Dalam hal
kelompokkelompok menangani aspek berbedadari topik yang sama, siswa dan guru
mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evalusi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau
kelompok.
e. Kelebihan
Model Cooperative LearningTipe Group Investigation
Menurut
Miftahul Huda (2011: 164), “GI (Group Investigation) dianggap sebagai metode
yang paling sesuai bagi guru yang baru belajar menggunakan pembelajaran
kooperatif”. Pada dasarnya Group Investigation memiki prosedurprosedur
tersendiri, jika guru memahami setiap prosedur dengan jelas maka dengan mudah
guru dapat menerapkan Group Investigation dalam pembelajaran.
Selanjutnya Aunurrahman (2010: 152), mengungkapkan
beberapa kelebihan dari model investigasi kelompok (group investigation) yaitu
sebagai berikut. Model ini juga akan mampu menumbuhkan kehangatan hubungan
antar pribadi, kepercayaan, rasa hormat terhadap aturan dan kebijakan,
kemandirian dalam belajar serta hormat terhadap harkat dan martabat orang lain.
Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa model investigasi kelompok dapat
dipergunakan pada seluruh areal subyek yang mencakup semua anak pada segala
tingkatan usia dan peristiwasebagai model inti untuk semua sekolah.
Dalam
investigasi kelompok siswa diorganisirke dalam kelompokkelompok kecil. Seperti
yang diungkapkan oleh Sharan (Miftahul Huda, 2011: 17) bahwa “performa siswa
lebih efektif justru ketika mereka berada dalam kelompokkelompok kecil
(seperti, peer tutoring daninvestigasi kelompok) dibandingkan dengan mereka
yang bekerja dalam suasana tradisional ruang kelas yang mengikutsertakan
seluruh anggotanya”. Dalam kelompokkelompok kecil terdapat hubungan
interpersonal yang lebih intens dan lebih kompleks. Selanjutnya siswasiswa yang
bekerja dalam kelompokkelompok kecil memiliki rasa tanggung jawab lebih besar
untuk membantu siswa lain. Selain itu, siswa berada dalam kelompok kecil lebih
komunikatif satu sama lain.
Dalam kajian
yang mendalam tentang investigasi kelompok Joyce dan Weil (Aunurrahman, 2010:
153), menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok memiliki kelebihan dan
komprehensivitas, dimana model ini memadukan penelitian akademik,integrasi
sosial, dan proses belajar sosial. Siswa diorganisasikan ke dalam kelompok
untuk melakukan penelitian bersama atau cooperative inquiri terhadap
masalahmasalah sosial maupun akademik. Jadi selain melakukan
penelitian akademik, secara tidak langsung siswa melakukan integrasi sosial dan
proses belajar sosial melalui interaksinya dalam kelompok.
No comments:
Post a Comment